Pabrikan asal Detroit itu sepertinya tengah menyiapkan kesempatan kedua setelah kehilangan banyak uang sepanjang 18 tahun berbisnis di India. Tahun fiskal 2014 yang berakhir Maret 2015 lalu, kerugian perusahaan tercatat mencapai 38,5 miliar rupe atau Rp 7,8 triliun, menurut laporan perusahaan pada pemerintah setempat.
Namun, kali ini, GM mengaku telah menyiapkan produk baru untuk mendongkrak penjualan, sekaligus menjadikan India basis produksi dan ekspor di dunia, menggeser posisi Korea Selatan.
Bagian dari rencana strategi akan diumumkan perusahaan dalam tahun ini. GM akan meluncurkan model baru subkompak untuk India, di mana konsumen mulai beranjak dari mobil kompak dan murah, ke model yang lebih menawarkan ruang lebih lapang dan fungsional.
"India telah kembali percaya diri. Kami cukup optimis. Kami melihat potensi pertumbuhan di India dan percaya ada kesempatan baik bagi merek Chevrolet untuk mendulang pangsa di pasar ini. Lebih banyak orang sejahtera dan daya beli membaik. Kendaraan dengan harga 5.000-8.000 dollar AS akan semakin hilang di India," beber Stefan Jacoby, Kepala Operasional Internasional GM, dilansir Autonews (3/5/2015).
Potensial
Langkah GM sudah lebih dulu dilakukan Ford dan Nissan di mana mereka melihat India sebagai lokasi baru yang potensial. Kedua prinsipal ini juga sudah mengekspor beberapa kendaraan dari India ke seluruh dunia.
Di bawah komando Jacoby, GM berusaha menyiapkan strategi manufaktur global yang lebih menguntungkan bagi perusahaan. Beberapa pabrik di dunia, termasuk Australia, Indonesia, dan rencananya Venezuela ditutup. GM juga menurunkan produksi di Thailand dan membidik negara baru untuk dijadikan basis produksi.
"India akan menjadi kunci produksi global dan basis ekspor bagi GM," jelas James Chao, Direktur Pelaksana IHS Automotive di Shanghai. Bukan kejutan baru, jika nantinya India akan menggeser posisi Korea Selatan sebagai basis produksi baru untuk regional Asia.
GM telah mengandalkan Korsel dalam berberapa tahun terakhir sebagai basis ekspor, memproduksi seperlima dari total produksi global. Namun, biaya produksi terus meningkat hampir setengah hanya dalam lima tahun, mendorong menjadi pusat produksi yang mahal, seperti Jepang.
"Kami tidak punya rencana kongret untuk menutup pabrik (di Korsel). Namun supaya tetap kompetitif, GM Korea harus mencari cara untuk lebih efisien dalam beberapa waktu," jelas Jacoby.