Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merasakan Teknologi Skutik Hibrida Milik TVS

Kompas.com - 16/06/2014, 15:46 WIB
Febri Ardani Saragih

Penulis

Jakarta, KompasOtomotif – Industri otomotif roda dua di Indonesia mulai diramaikan merek selain Jepang, di antaranya asal Amerika Serikat, Austria, China, Taiwan, dan India. Bagi masyarakat hal ini “menyejukkan”, sebab semakin banyak model yang bisa dipilih. Tapi semakin beraneka ragam merek berarti peta persaingan semakin panas. Ada dua pilhan, menawarkan hal baru atau bertarung langsung dengan dominasi merek Jepang.

TVS Motor Company Indonesia (TMCI) lebih memilih yang pertama. Pekan lalu di Jakarta Fair 2014, sepeda motor sport murah, Max, resmi diluncurkan. Target pasar, konsumen di daerah pelosok yang butuh alat angkut roda dua, tangguh dipakai hinggga “hancur lebur”.

Hal lain juga sudah dipersiapkan produsen roda dua terbesar di India itu untuk masa depan. Chief Marketing Officer TMCI, Herry Budijanto Dragono, menerangkan model konsep skutik (skuter matik) hibrida Scooty dengan sistem Streak Plug-in Parallel Hibrida yang sekarang juga dipamerkan di Jakarta Fair 2014, butuh setahun lagi untuk pengembangan sebelum diluncurkan di Indonesia.

Febri Ardani TVS Scooty

Test ride
Memastikan hal itu, TMCI menggelar sesi test ride singkat buat sebagian media nasional untuk dimintai pendapat. KompasOtomotif turut serta menjajal skutik yang diklaim punya kemampuan 63 kpl ini, di sekitar parkiran JiExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (14/6/2014).

Vinay Harne, President New Product Development (NPD) TVS Motor Company India, mengatakan, Scooty menggabungkan mesin 4 langkah, tiga katup, 110 cc, dengan motor listrik 800 Watt BLDC yang disuplai tenaga dari baterai listrik 48V 9Ah Lithium-ion. Selagi dipakai, tenaga baterai akan bertambah dari hasil sistem pengereman.

Saat coba diduduki, Scooty cukup nyaman, jok tebal dan lebar menopang bobot tubuh dengan baik. Bentuk lantai melandai, luas untuk berbagai posisi kaki. Posisi tutup tangki bahan bakar ada di atas lampu belakang, diklaim lebih fungsional ketimbang harus membuka jok. Tapi, Herry mengatakan, soal desain dan ergonomi mesti ditoleransi sebab Scooty masih sebatas konsep. Bentuk final masih digodok sambil menunggu berbagai masukan, termasuk dari Indonesia.

Febri Ardani TVS Scooty mode Hybrid Power

4 mode
Ada empat mode yang bisa digunakan, Hybrid Power, Hybrid Economy, Engine, dan Electric. Scooty tidak punya tombol starter, di setang sebelah kanan hanya tersedia tombol “mode” yang fungsinya mengganti pilihan mode, serta tombol nyala lampu. Di sebelah kiri ada klakson dan sein, serta pilihan lampu dekat dan jauh. Mesin akan menyala saat pedal gas diputar, dengan syarat kunci berada di posisi “on”. Mesin akan kembali mati ketika diam selama beberapa detik, penggantian mode hanya bisa dilakukan saat berhenti.

Dalam mode Hybrid Power kedua tenaga penggerak aktif, ditandai dengan warna biru pada dasbor. Seluruh potensi tenaga bisa keluar dengan maksimal. Saat dicoba, di mode ini, getaran mesin paling terasa. Meski dikatakan akselerasinya mirip skutik Wego, di putaran bawah memang tidak begitu “nendang” tapi setelah melewati 15 kpj ke baru mulai stabil. Saat dipacu hanya bisa sampai kecepatan 45 kpj karena keterbatasan lahan, meski diklaim sanggup hingga 80 kpj, sepertinya butuh waktu lama bisa mencapainya.

Mode kedua Hybrid Economy (berwarna kuning pada dasbor). Menarik, sebab mengombinasikan kedua mesin, tujuannya mendapatkan efisiensi terbaik. Pada kecepatan rendah hanya motor listrik yang bekerja, tapi ketika menyentuh 25 kpj, motor listrik mati kemudian tenaga akan disodorkan mesin 110 cc. Terasa ada kekosongan saat penggantian, kira-kira dua detik kemudian baru tenaga bisa ditambah. Begitu juga sebaliknya, saat melambat mesin akan mati pada 20 kpj kemudian berganti dengan motor listrik.

Dijelaskan, pilihan mode Engine (berwarna jingga) hanya digunakan bila baterai habis. Tentu daya jelajahnya hanya tergantung jumlah bahan bakar. Jika hanya menggunakan motor listrik (Electric berwarna hijau), Scooty bisa menempuh jarak 15 km sekali baterai terisi penuh.  Selain bisa diisi dari sistem pengereman, tenaga baterai juga bisa kembali normal bila dicolok ke terminal listrik rumahan.

Febri Ardani detail TVS Scooty

Kesimpulan
Penerapan sistem penggerak hibrida pada kendaraan roda dua, seperti Scooty bertujuan mulia, lebih peduli terhadap lingkungan plus efisiensi operasional. Tapi konsekuensinya fungsi “normal” kendaraan terpaksa dipangkas. Ambil contoh, saat dipakai di jalan, sesekali butuh kemampuan bergerak lebih cepat, misalnya untuk menyalip. Memang tenaga kombinasi bisa didapat bila mesin konvensional dan motor listrik diperbesar, tapi tentu juga pengembangan butuh biaya yang tidak sedikit. Akibatnya harga jual tidak bisa ditekan untuk pemasaran.

Maka dari itu butuh sasaran konsumen yang jelas bila ingin sukses di pasaran. Presdir TMCI, R Ananda Khrisnan, mengindikasikan, sisi lain pemasaran Scooty menuju wanita modern yang hanya memakai kendaraan untuk jarak dekat. Ketika ditanyakan kemungkinan dijual untuk alat transportasi perusahaan jasa, ia mengatakan, “Tidak kesana. Memang efisiensi penggunaan bahan bakar optimal. Tapi dengan dua mesin berarti perawatannya double, kalau hitungan perusahaan itu pemborosan,” jawabnya.

Ada kemungkinan Scooty bisa dipasarkan lebih dulu di Indonesia daripada di India. Harga jual yang dipatok di antara Rp 20-25 juta, tapi masih bisa lebih murah. Tahun ini TNCI akan menggelar kontes desain Scooty, nantinya inspirasi tersebut akan digunakan di model produksi. Paling cepat Scooty dipasarkan di Indonesia pada 2016.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com