Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mobil Non-Jepang Keluhkan Bea Masuk Lebih Tinggi

Kompas.com - 12/08/2010, 10:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyesuaian Bea Masuk (BM) mobil yang diimpor dari luar Jepang dan ASEAN - seharusnya rampung pada tahun ini - molor lagi batas penentuannya. Akibatnya,  merek non-Jepang (juga merek Jepang yang yang diimpor dari luar Jepang dan ASEAN) harus menanggung beban besar. karena   masih membayar tarif BM seperti tahun lalu, harga produknya tetap mahal.

Merek asal Eropa yang menggunakan mesin 3.000cc lebih, misalnya, masih harus membayar BM 45 persen dari semestinya 40 persen. Hal yang sama  juga dialami mobil yang diimpor dalam bentuk completely knock down (CKD), masih harus membayar 15 persen, dari semestinya 10 persen.

Saat ini, merek-merek yang berasal dari negeri Matahari Terbit, dengan mesin 3.000cc lebih, hanya membayar BM 6 persen dan akan diturunkan lagi menjadi 4 persen pada 2011. Bahkan selanjutnya, nol persen pada 2012. Fasilitas tersebut bisa diperoleh merek Jepang karena adanya Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Indonesia-Jepang (Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement atau IJ-EPA).

Untuk mobil CBU yang diimpor negara ASEAN, BM-nya sudah nol persen berkat Asean Free Trade Area (AFTA). Fasilitas tersebut juga dimanfaatkan beberapa ATPM Jepang yang menjual produknya di Indonesia. Antara lain PT Toyota Astra Motor (TAM), PT Honda Prospect Motor (HPM), PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (HPM) yang banyak mengimpor sedan dan SUV dari Thailand.

Susah Bersaing Menurut Rudi Borgenheimer, Presiden Direktur PT Mercedes Benz Indonesia (MBI), kebijakan BM sangat penting menciptakan kompetisi bisnis yang fair. Dengan adanya diskriminasi BM tersebut menyebabkan mobil-mobil yang berasal dari luar Jepang dan ASEAN, susah bersaing. Pasalnya, merek-merek seperti dari Eropa, Korea Selatan, India dan China harus membayar BM yang lebih tinggi.

“Akhir tahun lalu rencananya BM akan diturunkan. Nyatanya hingga kini, belum ada realisasinya. Mungkin masih belum lancar di Kemenkeu (Kementerian Keuangan),” komentar Rudi.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Alat Transportasi dan Telematika Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Budi Darmadi pernah mengatakan, penundaan tarif dipicu BM krisis keuangan global pada 2009. "Harusnya tahun ini. Tapi, kemarin (2009) ada krisis. Kejadian di luar prediksi kita, sehingga ditunda," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau