JAKARTA, KOMPAS.com - PT Toyota Astra Motor (TAM) belum lama ini meluncurkan New Fortuner di Jakarta Pusat. Sport utility vehicle (SUV) dari Toyota ini hadir dengan sejumlah pembaruan dari sisi eksterior, interior dan fitur.
Sementara dari sektor jantung pacu, Toyota masih mempertahankan mesin lama Fortuner, yakni mesin 1GD berkapasitas 2.800 cc turbo diesel dan mesin bensin 2.700 cc.
Berbeda dengan pasar Afrika Selatan yang sudah menghadirkan kendaraan ramah lingkungan Toyota Fortuner versi Mild Hybrid.
Terkait hal ini, Toyota sengaja belum membawa Fortuner versi mild hybrid, sebab untuk mencapai nol emisi ada berbagai cara.
Salah satunya adalah dengan menggunakan mobil berbahan bakar alternatif atau flexy fuel, seperti yang saat ini sedang diuji coba oleh pabrikan otomotif raksasa asal Jepang itu.
“Toyota sudah ada kendaraan, Fortuner e100, Zenix e85 hybrid kombinasi hybrid dengan etanol dan produk sekarang diisi dengan e10. Kita memberikan percaya diri kepada pemerintah kendaraan yang diproduksi Toyota sudah siap menelan ethanol bahkan sampai e20,” kata Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam, di Jakarta Pusat, belum lama ini.
Toyota sendiri sudah mulai memproduksi beberapa kendaraan dengan bahan bakar ethanol bahkan sudah mengekspornya ke beberapa negara. Termasuk saat ini juga dalam pengembangan e-100 atau ethanol 100, sehingga bahan bakar fosil bisa ditekan.
Kedepannya, produsen asal Jepang itu berharap Indonesia bisa lebih mandiri untuk menggunakan energi yang bersumber dari dalam negeri dibandingkan dengan bahan bakar fosil.
“B30 dan B35 itu berdasarkan riset dan penelitian, sejauh ini sukses. Pemerintah baru juga mempersiapkan bioetanol tidak hanya bio solar, karena sumber bioetanol cukup banyak, singkong, jagung dan lain-lain. Kita ingin lebih mandiri dan menggunakan energi yang bersumber dari dalam negeri,” kata Bob.
Sebelumnya, Direktur Marketing PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmy Suwandi menjelaskan penggunaan bioetanol bisa mengurangi emisi sekitar 10 persen sampai 20 persen. Belum lagi kalau ditambah mobil listrik, hybrid, dan plug-in hybrid, pengurangan emisinya bisa lebih besar lagi.
Maka dari itu pihaknya melihat flexy fuel saat ini lebih cocok untuk Indonesia ketimbang dengan teknologi mild hybrid.
“Kita lihat di Indonesia Apakah lebih cocok mild hybrid atau sekarang kita mengarah pada flexy fuel. Tadi kita juga sempat katakan pemerintah arahnya ke flexy fuel, sekarang ada B30 mungkin kedepannya ada B35 dan lain-lain,” kata Anton.
“Kedepannya ini bisa mengurangi permintaan BBM dan sebagainya jadi saya rasa yang penting tujuannya bukan teknologinya,” lanjutnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/09/10/190100515/toyota-sebut-flexy-fuel-bisa-jadi-solusi-untuk-kurangi-emisi