Saat ini penjualan mobil listrik terus meningkat. Namun, jumlah orang yang membeli mobil listrik sebagai mobil pertama masih sedikit. Mayoritas pembeli mobil listrik yaitu yang sudah punya mobil lain.
"Pembeli pertama segmennya jelas dan konsumen pembeli kedua juga jelas. Segmen ini (pembeli kedua) tidak terlalu sensitif, tapi yang pembeli pertama ini sangat sensitif,” ujar Agus kepada Kompas.com, belum lama ini.
“Maka untuk menambah volume maka kita harus menciptakan pembeli pertama yang ada supaya bisa naik kelas,” ujarnya.
Agus mengatakan, hal yang masih mengganjal orang membeli mobil listrik terutama untuk orang yang baru pertama beli mobil yaitu harga jual kembali.
Agus mengatakan, orang yang mau beli mobil listrik sebagai mobil pertama sangat memikirkan resale value atau harga jual kembali.
“Makanya, dia akan semakin berpikir kalau saya harus membeli EV yang memang kini sudah lebih terjangkau, tapi nanti saya belum paham kalau saya butuh keadaan darurat, harga jual kembalinya bagus tidak,” katanya.
“Ini akan jadi masalah sebab mereka pasti ingin yang aman dulu,” ujar Agus.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), sepanjang semester satu 2024 mobil listrik berhasil terjual 11.940 unit. Naik 104,13 persen dibanding periode sama pada 2023 yaitu 5.849 unit.
Berkaca pada data itu, pasar mobil listrik diprediksi terus meningkat. Sepanjang 2024, penjualan mobil listrik diyakini bisa tembus 30.000 unit atau naik hampir dua kali lipat dari tahun 2023.
Agus menyatakan, saat ini produsen mobil listrik semakin beragam menawarkan model yang ada. Contohnya ialah merek asal China yang mencoba menawarkan mobil listrik dengan harga bersaing.
Salah satu yang cukup menggebrak pasar ialah BYD yang meluncurkan MPV listrik atau EMPV pertama di kelas menengah dengan harga mulai dari Rp 379 juta - Rp 429 juta untuk varian tertinggi.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/08/13/094200715/alasan-orang-ragu-beli-mobil-listrik-sebagai-mobil-pertama