JAKARTA, KOMPAS.com – Honda EM1 e: dijual dengan harga Rp 33 juta on the road DKI Jakarta (setelah subsidi). Bisa dibilang motor listrik ini memberikan impresi yang berbeda dibandingkan motor sekelasnya.
Terlepas dari faktor harganya yang relatif cukup tinggi, EM1 e: tetap menjadi pilihan motor listrik menarik. Satu hal yang bikin penasaran, bagaimana rasa berkendara motor listrik ini?
Sebagai awalan, kita bahas dulu posisi berkendara Honda EM1 e:. Buat pengendara dengan tinggi 161 Cm dan bobot 61 Kg, motor listrik ini terasa mungil. Bisa dibilang cukup setara dengan skutik 110 cc seperti Honda Beat.
Posisi berkendara terbilang santai dengan setang tinggi, membuat tangan bisa lurus ke depan. Sementara kaki bisa menapak sempurna di dek yang lebar.
Bisa dibilang EM1 e: menawarkan posisi duduk yang sama persis seperti skutik bermesin konvensional. Tidak seperti motor listrik murah lainnya yang kurang nyaman buat perjalanan jauh, karena posisi duduk seperti sepeda listrik.
Beralih ke performanya, meskipun putaran akselerator terasa halus dan nyaris mendekati respon motor listrik mahal. Mengendarai EM1 e: harus sabar, terutama saat melaju di jalan raya antarkota.
Mengingat motor listrik hanya bisa dipacu dalam kecepatan maksimal sekitar 40-50 Kpj, tergantung bobot pengendara dan barang.
Namun, tenaganya tetap cukup untuk menghela bobot motor dan pengendara di berbagai kondisi. Tapi memang tidak bisa berharap banyak, karena respons yang ditawarkan berbeda dengan motor konvensional.
Pada mode berkendara ECON, tenaga motor listrik terasa dibatasi dengan kecepatan maksimal hanya sekitar 30 Kpj. Sedangkan pada mode STD, terasa lebih bertenaga.
Data di atas kertas, Honda EM1 e: mengusung motor penggerak bertenaga maksimal 1,7 kW atau setara 2,2 Tk pada 540 rpm dan torsi 90 Nm pada 25 rpm.
Urusan baterai, EM1 e: pada dasarnya mengusung Mobile Power Pack atau MPP e: yang dapat dilepas-pasang dengan kapasitas 50,26 V 29,4 Ah atau sekitar 1,4 kWh.
Berdasarkan pengalaman redaksi Kompas.com, ketika menjajal Honda EM1 e: dalam rute Jakarta-Bogor, motor bisa melaju sejauh 42,8 Km.
Dalam pengetesan ini, motor dipakai dari baterai 100 persen sampai hanya tersisa 1 persen, dengan waktu tempuh hampir 2 jam.
Rutenya dari kawasan Radio Dalam menuju Fatmawati, Kemang, Pejaten, Pasar Minggu, Lenteng Agung, Margonda, Juanda, Jalan Raya Bogor, Simpang Depok, Cibinong, hingga ke Bogor.
Kemudian pada rute Bogor-Jakarta sejauh 42,9 Km, baterai EM1 e: yang dipakai dari 100 persen rupanya masih bisa tersisa 7 persen, dengan waktu tempuh 1,5 jam.
Adapun rutenya dari Bogor melewati Cibinong, Simpang Depok, Pasar Pal, Cijantung, Pasar Induk, Hek, Taman Mini, Pondok Gede, Jatiwaringin, sampai Jalan Raya Kalimalang.
Kami menduga perbedaan sisa baterai setelah sampai tujuan, terjadi karena uji berkendara yang pertama dilakukan saat jam pulang kantor dengan kondisi macet.
Sementara uji berkendara kedua dilakukan dalam kondisi jalan yang relatif lebih lancar. Pengendara pun bisa lebih memaksimalkan momentum agar tidak terus menerus menarik akselerator.
Sebagai alat mobilitas, tentu saja Honda EM1 e: bisa menjadi pilihan bagi masyarakat yang melakukan perjalanan harian dari rumah menuju tempat beraktivitas.
Melaju dengan kecepatan maksimal 40 Kpj saat kondisi macet di Jakarta pun sebetulnya sudah cukup.
Tapi buat pengendara yang suka mengejar waktu, ingin cepat sampai di tujuan, sepertinya motor ini jauh dari ideal.
Alasannya, karena selain harus selalu memperhatikan kondisi baterai, mengendarai Honda EM1 e: juga harus mengatur waktu perjalanan.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/01/08/070200215/pengalaman-coba-motor-listrik-honda-em1-e-rute-jakarta-bogor