JAKARTA, KOMPAS.com - Hidrogen dipercaya akan menjadi salah satu sumber daya mineral penting yang dapat dimanfaatkan untuk menekan produksi gas rumah kaca dunia, menuju netralitas karbon alias Net Zero Emission (NZE).
Hanya saja, dijelaskan Senior Vice President Research Technology & Innovation PT Pertamina Oki Muraza, untuk mengadopsi sumber energi baru dan terbarukan (EBT) tekait pada sektor transportasi, dibutuhkan dana yang sangat besar.
Mengingat harga hidrogen hijau masih berada pada kisaran 6 dollar Amerika Serikat (AS) atau hampir Rp 100.000 per kilogram di 2022. Maka dari itu, dibutuhkan penciptaan ekosistem menyeluruh, yang bisa menjawab tantangan dimaksud.
"Kalau kita lihat customer behavior di Indonesia, harga sangatlah penting. Kita tidak dapat menjual sesuatu yang harganya sangat tinggi. Jadi PR kita, bagaimana para ahli, industri, dan akademisi berusaha menurunkan harga," kata dia dalam acara Seminar Nasional 100 Tahun Industri Otomotif Indonesia, Rabu (8/11/2023).
Oki memberi contoh bagaimana harga juga menjadi tantangan dalam transisi ke kendaraan listrik saat ini karena belum terciptanya ekosistem produksi komponen utama seperti energi storage dan baterai.
Menurut dia, ketika harga terjangkau, maka otomatis kemampuan serap masyarakat akan lebih cepat.
Pada bahan bakar hidrogen, salah satu cara menekan harga adalah dengan akuisisi skill oleh tenaga ahli lokal, sehingga bisa melokalisasi teknologi dan membuat biaya lebih murah.
Profesor Riset Bidang Teknologi Proses Elektrokimia dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eniya Listiani Dewi berharap apabila ekosistem hidrogen hijau di Indonesia sudah terbentuk, harga sumber daya tersebut bisa ditekan hingga 1-2 dollar AS per kilogram.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/11/09/164100215/harga-jadi-tantangan-besar-adopsi-transportasi-berbasis-hidrogen