JAKARTA, KOMPAS.com – Sejak meluncur pada 2020, angkutan perkotaan dengan skema pembelian layanan (buy the service/BTS) oleh Ditjenhubdat Kemenhub melalui Program Teman Bus, dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek dengan Program Bis Kita, diklaim semakin diminati.
Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, mengatakan, parameter mengukur keberhasilan program angkutan umum adalah berpindahnya pengguna kendaraan pribadi ke kendaraan umum.
Oleh sebab itu, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, menambahkan, angkutan umum harus lebih menarik baik dari segi biaya, pelayanan maupun waktu tempuh.
“Program angkutan perkotaan di 10 kota dengan skema pembelian layanan telah memberikan penghematan biaya transportasi lebih dari 50 persen bagi penggunanya,” ujar Djoko, dalam keterangan tertulis (29/10/2023).
“Tingkat kepuasan mencapai 78,14 persen. Sebanyak 72 persen sebelumnya menggunakan sepeda motor dan 23 persen menggunakan mobil. Pengguna terbanyak dari kalangan pelajar, yakni 70 persen,” kata dia.
Untuk diketahui, keterjaminan ketersediaan angkutan massal terdapat di pasal 158 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Beleid tersebut menyebutkan bahwa ketersediaan angkutan massal berbasis jalan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum di kawasan perkotaan.
Angkutan massal yang dimaksud itu harus didukung mobil bus yang berkapasitas angkut massal, memiliki jalur khusus (busway), trayek angkutan umum yang lain tidak berimpitan dengan trayek angkutan massal dan ada angkutan pengumpan mendekati hunian.
Menurutnya, parameter berhasil atau tidaknya program angkutan massal sebenarnya bukan diukur dari untung ruginya perusahaan yang menyelenggarakan.
“Pasalnya, tidak ada perusahaan yang menyelenggarakan angkutan massal yang untung. Sebaliknya subsidi Pemerintah harus semakin besar tergantung dari berhasil atau tidaknya program angkutan massal tersebut,” kata Djoko.
“Makanya, Pemerintah harus all out dalam membangun angkutan umum yang menarik, murah, nyaman, aksesibilitasnya. Dan dapat dipastikan biaya akan lebih tinggi dari pendapatan tarifnya,” ujar dia.
Sebab, target yang ingin dicapai dari penerapan angkutan umum dengan skema BTS bukanlan pendapat, melainkan intangible cost.
Berupa peningkatan keselamatan lalu lintas, kemacetan lalu lintas teratasi, berkurangnya penggunaan BBM, menurunnya pencemaran udara, serta menekan angka inflasi.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/10/30/144100415/angkutan-perkotaan-dengan-skema-bts-makin-digemari