JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi mengatakan bila masih ada sejumlah tantangan yang harus diselesaikan Indonesia untuk menuju era elektrifikasi kendaraan bermotor.
Pertama ialah kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) alias Battery electric vehicle (BEV) masih belum menjadi pilihan sebagian besar konsumen Tanah Air karena harganya yang relatif lebih mahal daripada jenis kendaraan lain.
"Pasar terbesar di Indonesia sebenarnya ialah mobil seharga Rp 300 juta yang setidaknya bisa muat empat sampai lima orang. Anda tidak bisa menjual mobil kecil di sini, hanya bisa dua orang dengan tambahan kursi kecil," katanya dalam Webinar The 1st OJK International Resarch Forum 2023 yang disiarkan di YouTube resmi OJK, Senin (25/9/2023).
"Jadi, pada harga mobil sekitar Rp 300 juta atau di bawah Rp 200 juta maka pasar akan jadi besar," lanjut Nangoi.
Pernyataan tersebut diperkuat dengan data penjualan mobil listrik yang sudah dirangkum oleh Gaikindo, di mana pada tahun lalu penjualan Wuling Air ev mampu membukukan total penjualan 8.422 unit.
Jauh lebih besar dari Hyundai Ioniq 5 dengan 1.865 unit. Hal itu karena ada perbedaan di sisi harga yang cukup jauh yaitu sekitar Rp 200 juta (Air ev dijual Rp 300 jutaan).
"Sementara pada sepanjang tahun ini, penjualan mobil hybrid melesat sangat jauh dengan mencapai 30.153 unit. BEV total baru 8.251 unit. Hal ini karena produk yang berkembang," lanjut Nangoi.
Tantangan selanjutnya ialah pengembangan pasar kendaraan listrik, masih membutuhkan lebih banyak insentif fiskal daripada yang saat ini disediakan.
Terlebih kini seluruh dunia sedang mengeluarkan kebijakan serupa guna mendorong pasar dan meningkatkan investasi. Mereka belomba-lomba dalam mempercepat proses transisi.
“Semua teknologi x-EV (HEV, PHEV dan BEV) diberikan kesempatan untuk menjadi bagian dari program pengembangan x-EV, karena semua dapat berperan dalam mengurangi emisi, memberikan pilihan bagi konsumen, dan mempertimbangkan Nilai Ekonomi Karbon,” katanya.
Ketiga, ialah hal-hal yang berkaitan dengan variasi produk di pasar. Semakin beragamnya kendaraan listrik, dipercaya bisa merangsang daya beli masyarakat lebih luas.
Tantangan keempat, ialah prihal ketersediaan infrastruktur pendukung kendaraan listrik berupa charging station guna meningkatkan kepercayaan dan keinginan konsumen untuk beralih ke sana.
"Saya setuju EV akan menjadi kendaraan masa depan kita. Tetapi infrastrukturnya harus diselesaikan dahulu (ketersediaannya)," ucap Nangoi.
“Terakhir, mengurangi biaya melakukan bisnis dan menyederhanakan proses mendirikan perusahaan yang termasuk dalam rantai nilai dan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia,” kata dia lagi.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/09/26/102200715/5-tantangan-transisi-kendaraan-listrik-di-indonesia