JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FBUI) Khoirunurrofik menyatakan, keputusan pemerintah untuk memberikan insentif terhadap kendaraan listrik langkah besar.
Apalagi, bantuan terkait hanya diberikan pada jenis kendaraan listrik murni atau yang berslogan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Sebab saat ini, harga jual dari jenis transportasi itu masih sangat mahal dibanding kendaraan konvensional.
Berdasarkan data yang sudah dihimpun oleh timnya, dalam memutuskan pembelian suatu mobil, mayoritas masyarakat Indonesia melihat besaran pajak atau harganya. Keandalan pengurangan emisi, belum menjadi opsi pertama dalam putusan itu.
Oleh karenanya, kendaraan yang memiliki perpajakan rendah seperti LCGC, MPV dan SUV entry level, medium MPV dan SUV, sampai pikap memiliki pertumbuhan besar tiap tahun.
Dilihat dari sisi banderolan pasar, kendaraan-kendaraan tadi memiliki rentang harga di Rp 200 juta sampai Rp 300 jutaan. Sementara KBLBB, harganya paling murah Rp 400 juta ke atas.
Maka, dengan perbandingan harga yang cukup jauh yaitu Rp 100 jutan, KBLBB layak untuk mendapatkan insentif. Sedangkan mobil hybrid yang sudah banyak masuk pada rentang harga RP 300 jutaan, sebenarnya tidak perlu diberi bantuan lagi.
Dari data itu pula, dapat disimulasikan bahwa selama satu tahun berjalan total KBLBB yang terjual di dalam negeri akan mampu mencapai market share 5 persen.
Untuk diketahui, tahun lalu dengan peningkatan lima kali lipat menjadi 20.396 unit dari periode 2021, penguasaan pasar mobil listrik hanya 1,9 persen terhadap penjualan mobil nasional.
"Mobil listrik murni (KBLBB) memerlukan insentif karena perbedaan harga yang cukup besar dengan kendaraan internal combustion engine (ICE atau konvensional). Insentif ini bisa melalui PKB, BBnKB, maupun PPnBM," kata dia dalam presentasinya, Selasa (7/3/2023).
"Kemudian juga perlu bantuan terhadap biaya produksinya," tambah dia.
Tapi tentu saja, ada beberapa aspek lain yang harus dipikirkan untuk bisa 'menggoda' pasar mulai membeli kendaraan listrik. Salah satunya, ketersediaan infrastruktur yang bisa menunjang seperti charging station.
"Selain soal harga, ketersediaan charging station juga merupakan alasan utama dari konsumen (berdasarkan riset LPEM FBUI) belum tertarik membeli mobil listrik," ujar Khoirunurrofik.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/03/07/154100815/insentif-kendaraan-listrik-harus-didukung-infrastruktur-spklu