JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah sejak bertahun-tahun lalu, wacana soal komunitas pengguna motor gede (moge) yang meminta agar diperbolehkan masuk jalan tol selalu muncul. Ada banyak aspek yang perlu diperhatikan dan yang paling utama adalah aspek keselamatan.
Budiyanto, pemerhati masalah transportasi dan hukum, mengatakan, para pengendara moge tersebut beralasan sudah memberikan kontribusi yang cukup besar dari pemasukan pajak. Sehingga, sudah sewajarnya moge diperbolehkan masuk jalan tol.
"Alasan lain adalah masih ada sebagian masyarakat yang merasa terganggu pada saat moge lewat," ujar Budiyanto, dalam keterangan resminya.
Budiyanto menambahkan, komunitas moge tidak menuntut masuk pada semua ruas jalan tol. Tapi, hanya pada ruas penggal jalan tertentu, misalnya sebagian ruas jalan tol Cikampek sampai Karawang dan penggal-penggal jalan tol tertentu lainnya.
"Dengan adanya permintaan komunitas moge untuk dapat masuk jalan tol, dengan berbagai pendapat yang beragam, dalam arti ada yang setuju maupun tidak, menurut pendapat saya merupakan bentuk dinamika di tengah-tengah masyarakat yang perlu kita sikapi dengan positif, karena saya anggap sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan lalu lintas angkutan jalan," kata Budiyanto.
Jika ditelaah dari segi hukum, dalam peraturan perundang-undangan, disebutkan bahwa jalan tol didesain untuk mobilitas kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol, Pasal 38 menyebutkan:
Kemudian, di dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Pasal 54, menyebutkan bahwa setiap orang dilarang mengusahakan suatu ruas jalan tol sebagai jalan tol, sebelum adanya penetapan menteri yang berwenang.
"Kondisi lalu lintas jalan tol dalam kota yang mengarah timur (arah Jawa ) dan arah timur barat Sumatera dilintasi oleh beragam moda transportasi dengan dimensi besar, sedang, dan kecil.
Pada jam-jam tertentu jalan tol cukup padat dan sering mengalami kemacetan," ujarnya.
Menurutnya, karakter jalan tol yang ada di Indonesia pada umumnya tidak terlalu lebar dibandingkan dengan negara luar yang mengizinkan sepeda motor dapat melintasi jalan tol.
Jalan tol khusus untuk sepeda motor sebenarnya sudah ada di Indonesia, seperti di jalan tol Suramadu, di Bali, dan Balikpapan.
Tapi, jalan tol tersebut secara fisik terpisah dengan jalan tol yang diperuntukkan kendaraan roda empat atau lebih. Sehingga, sesuai dengan PP No. 44 Tahun 2009 Pasal 38.
"Mengacu dari aturan yang ada, dengan melihat beberapa ruas jalan tol di Suramadu, Bali, dan Balikpapan, usulan atau permintaan moge untuk bisa masuk jalan tol saya kira tidak berlebihan jika mengacu pada PP Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 38," katanya.
Menurut Budiyanto, yang menjadi masalah adalah kondisi jalan tol yang mengarah Jawa dan arah barat, luas jalan tidak terlalu lebar dan dilintasi oleh beragam moda transportasi. Selain itu, disiplin pengguna jalan yang relatif masih kurang.
Sebab, masih diwarnai pelanggaran yang tinggi, seperti pelanggaran ODOL, batas kecepatan maksimal, lane hogger, dan lainnya, yang harus menjadi pertimbangan dari aspek keselamatan.
"Keselamatan adalah hukum yang paling tinggi yang perlu kita pegang dan dihormati oleh semua pengguna jalan. Dengan adanya keinginan komunitas moge untuk bisa masuk jalan tol harus melalui kajian yang matang dari beberapa aspek, misal aspek yuridisnya, aspek sosial, infrastrutur jalan, aspek keselamatan, dari aspek anggaran, dan kesiapan masyarakat, serta pengelola jalan tol. Aspek keamanan dan keselamatan diharapkan menjadi prioritas pertimbangan utama," kata Budiyanto.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/01/17/064200915/komunitas-moge-minta-masuk-tol-aspek-keselamatan-harus-utama