JAKARTA, KOMPAS.com – Banyaknya kecelakaan yang melibatkan bus dan truk salah satunya disebabkan karena kurangnya kemampuan sopir dalam mengantisipasi masalah.
KNKT mengidentifikasi terdapat lack of competency pada pengemudi, di mana hal ini tidak ter-cover melalui mekanisme pengambilan SIM maupun pelatihan.
“Masalah ini ada di Transjakarta, Pertamina, dan sebagainya. Ini masalah yang krusial Pak Dirjen. Kita krisis pengemudi, kemudian kita krisis kompetensi,” ujar Achmad Wildan, Investigator Senior KNKT, dalam tayangan Youtube Ditjen Perhubungan Darat (22/11/2022).
Menurutnya, 90 persen penyebab kecelakaan kendaraan niaga adalah para sopir tidak paham sistem rem, tidak paham dashboard instrumentasi, dan tidak paham pre trip inspection.
“Mungkin bapak akan terkejut, hasil investigasi kami menemukan 90 persen masalah hard skill di pengemudi adalah mereka enggak paham sistem rem. Baik pengemudi-pengemudi perusahaan besar dan multinasional,” ucap Wildan.
Wildan menambahkan, Covid-19 selama dua tahun cukup menyisakan masalah cukup besar bagi transportasi jalan, di mana saat ini baik angkutan orang maupun barang kekurangan pengemudi.
Wildan menyebut bahwa para pengusaha angkutan telah banyak kehilangan pengemudinya karena alih profesi selama pandemi, dan tidak kembali lagi.
KNKT juga mengidentifikasi risiko fatigue pada pengemudi bus pariwisata dan kendaraan barang sangat tinggi.
Hal ini di antaranya dipicu karena kurang lengkapnya regulasi yang mengatur jam kerja dan tempat istirahat pengemudi.
“Kemudian masalah fatigue, ini menghantui Pak Dirjen. Jadi kita bikin aturan mengenai aturan waktu istirahat dan sebagainya, tetapi kapan dan di mana mereka istirahat kita enggak mengatur. Bus kita bagaimana tempat istirahatnya, di rest area, di jalan tol, kemudian di tempat wisata,” kata Wildan.
Wildan juga mengatakan, konsep aturan yang mengatur tempat istirahat buat pengemudi menjadi angin segar bagi kemajuan transportasi darat. Diharapkan aturan ini bisa mengurangi risiko fatigue pada pengemudi.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/11/24/072200715/knkt-sebut-indonesia-krisis-sopir-bus-dan-truk-berkompetensi