JAKARTA, KOMPAS.com - Mengemudikan kendaraan yang besar seperti bus berbeda dengan mobil biasa. Selain harus terampil, stamina dari pengemudinya juga harus lebih tinggi.
Tidak jarang kejadian bus kecelakaan disebabkan pengemudi yang kelelahan. Bahkan biasanya juga dalam satu bus, disediakan dua pengemudi agar bisa bergantian.
Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia Sony Susmana mengatakan, secara fisik untuk para pengemudinya, efek yang dirasakan ketika menyetir kendaraan besar seperti bus berbeda dengan mobil-mobil kecil.
Pengemudi harus menjaga keseimbangan dan visibilitasnya. Sehingga durasi mengemudi sebaiknya dibatasi tiga sampai empat jam maksimal,” ucap Sony kepada Kompas.com, belum lama ini.
Sony mengatakan, bus punya karakter yang limbung ketika bermanuver, sehingga membuat fisik pengemudi terkuras. Dengan demikian, bisa dibilang tubuh pengemudi menahan dari limbung bodi bus yang dirasakan ketika belok.
“Kemudian, blind spot pada bus itu besar, sehingga pengemudi secara berkala melihat ke spion kanan dan kiri, depan bawah, dan spion tengah. Hal ini yang membuat kerja mata lebih berat,” kata Sony.
Menurut Sony, melirik spion bus lebih butuh tenaga dibanding mobil kecil. Posisi spion yang ada di kiri kendaraan juga cukup jauh, sehingga waktu untuk melihat lebih lama.
Selain itu, waktu istirahat pengendara bus juga sudah diatur dalam Standar Pelayanan Minimum (SPM).
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan PM 29 Tahun 2015 tentang SPM pada bus AKAP, Pengemudi maksimal istirahat selama 15 menit setelah mengemudi selama dua jam berturut-turut.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/06/15/171200415/cegah-kecelakaan-sopir-bus-wajib-rutin-istirahat