Kejadian bermula saat korban bernama Yunita Sari hendak melakukan pembelian satu unit Honda Brio melalui oknum sales bernama Ruhan. Keduanya sepakat untuk bertemu di diler Honda MT Haryono pada Minggu (6/3/2022).
“Jadi jam 10 pagi tanggal 6 Februari hari Minggu, saya datang ke MT Haryono. Sampai disana saya langsung disambut oleh Ruhan. Kondisi diler waktu itu memang sepi, hanya ada Ruhan, Dedi yang mengaku sebagai supervisor Ruhan, dan satu lagi sepertinya sales,” ucap Yunita saat dihubungi Kompas.com, Senin (7/2/2022).
Di dalam diler tersebut, Yunita diajak untuk melihat mobil yang diinginkan. Ia mengatakan, pada saat itu Ruhan menggunakan atribut lengkap seperti seragam, ID card, hingga kartu nama.
Setelah menyetujui untuk membeli unit tersebut, Yunita melakukan negosiasi dan menanyakan diskon hingga promo. Ia pun dijanjikan mendapatkan diskon Rp10 juta.
Berhubung pertemuan dilakukan di dealer pada hari Minggu dan area kasir tutup, maka Ruhan menyarankan kepada Yunita untuk mentransfer uang senilai Rp 10 juta sebagai booking fee ke rekening Dedi yang dikenalkannya sebagai supervisornya di dealer.
Hal ini diklaim oknum sales tersebut agar penjualan unit dan transaksi pembelian bisa lebih cepat.
Selanjutnya, pada hari Senin, Ruhan meminta Yunita untuk mentransfer uang lagi sebesar Rp 37 juta ke rekening pribadinya agar unit bisa dikirim pada hari Kamis.
Yunita juga mengirim uang senilai Rp 134 juta untuk pelunasan ke rekening resmi diler tersebut.
Ketika Yunita hendak melakukan konfirmasi ke Honda MT Haryono, terkait sisa pembayaran Rp 134 juta. Ia pun langsung dihubungkan ke sales lain. Di sinilah permainan oknum sales itu terbongkar. Saat itu, Ruhan pun langsung tidak dapat dihubungi dan menghilang tanpa kabar.
Pada Kamis 10 Februari 2022, Yunita mendatangi Honda MT Haryono untuk melakukan mediasi. Saat itu terbongkar bahwa Ruhan sebetulnya hanyalah sales training, dan belum menjadi pegawai tetap. Sedangkan Dedi yang mengaku supervisor Ruhan sebenarnya adalah senior sales.
“Saya tidak tahu kalau dia masih training, ID card dan kartu nama yang dipakai juga ternyata juga palsu. Enggak mungkin kan saya tanya ‘kamu masih magang?’. Lagi pula saat saya melakukan transaksi di diler yang dipantau oleh Dedi, kalau memang training dan memakai id card palsu, kenapa tidak ditegur?,” ucapnya.
“Ketika mediasi, saya juga dikasih tahu perbedaan SPK asli dan palsu, semuanya persis sama, hanya saja yang palsu tidak ada bagian Pasal merahnya. Kemudian, untuk kwitansi yang ada cap Honda, bahwa cap asli persegi panjang, yang diterima saya berbentuk bulat. Saya sebagai konsumen mana tahu bahwa cap tersebut palsu? yang saya tahu, saya datang dan keluar dari diler resmi ini,” tambahnya.
Yunita pun merasa sangat kecewa dengan pihak diler Honda MT Haryono yang terlihat tidak profesional dan lepas tangan dalam menangani kasus ini.
Usaha yang dilakukan Yunita pun tak sampai disitu, ia juga sudah menghubungi call center Honda, direct messege ke @hondajakartacenter dan @hondaisme, serta menghubungi pihak HPM namun belum ada jawaban.
Yunita bahkan sudah melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisian pada 12 Februari 2022. Saat ini, laporannya masih diproses oleh pihak kepolisian.
“Jadi yang bisa saya laporkan hanya si Ruhan itu, karena menurut pihak kepolisian hanya dia yang berinteraksi langsung dengan saya (menipu) dan bawa kabur tanda jadi dan DP-nya,” kata dia.
Yunita pun berharap hal ini bisa menjadi pelajaran bagi diler Honda MT Haryono agar tidak terulang kejadian serupa. Tak lupa ia juga mengingatkan calon konsumen untuk selalu melakukan transaksi melalui rekening resmi diler.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/03/07/124423515/korban-penipuan-kasus-diler-honda-mt-haryono-sudah-lapor-polisi