JAKARTA, KOMPAS.com - Saat berkendara, ada berbagai etika yang wajib dipahami setiap pengguna jalan agar dapat menekan risiko konflik. Salah satunya adalah etika membunyikan klakson.
Piranti ini digunakan sebagai pemberi isyarat komunikasi antar pengguna jalan. Membunyikannya tidak bisa asal. Sebab menekan klakson berlebihan bisa mengganggu pengendara lain, memancing emosi, hingga menimbulkan konflik.
Training Director The Real Driving Center (RDC) Marcell Kurniawan menjelasan, ada sejumlah aturan penggunaan klakson saat sedang melaju di jalan umum.
"Aturan penggunaan klakson yang baik dan benar ada beberapa faktor yang harus diperhatikan," kata Marcell kepada Kompas.com belum lama ini.
Pertama yakni membunyikan klakson saat dibutuhkan saja. Jangan menekan klakson berlebihan hanya untuk mendapatkan prioritas di jalan umum. Terlebih jika hanya mengendarai kendaraan pribadi.
Kedua, bunyikan klakson hanya saat kondisi mendesak atau darurat. Marcell lebih menyarankan untuk menggunakan lampu high beam sebagai isyarat. Sebab, pengguna jalan lain pasti fokus dengan indera penglihatannya saat berkendara dan lebih sadar dalam menerima isyarat visual.
“Jika isyarat ingin diberikan kepada mobil, gunakan lampu high beam mengingat mobil sekarang lebih kedap suara dan sistem audio yang membuat pengemudi kurang sadar dengan kondisi sekitar. Kalau ke pengendara motor, lebih baik gunakan klakson,” ujarnya.
Penggunaan klakson untuk pengendara motor ditujukan kepada para pengendara yang sering tidak waspada dan tidak menggunakan spion saat hendak berbelok atau pindah lajur.
Klakson juga bisa digunakan saat berada dalam area blind spot kendaraan lain. Bunyikan perangkat ini agar pengguna jalan lain mengetahui posisi kita. Sama halnya untuk pejalan kaki dan pesepeda yang akan menyeberang tiba-tiba. Gunakan klakson sebagai peringatan.
Sangat disarankan untuk tidak membunyikan klakson di lokasi-lokasi tertentu seperti lingkungan sekolah,rumah sakit, rumah ibadah, dan di lingkungan pemukiman yang sedang berduka.
Dalam kesempatan terpisah, Sony Susmana, Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) menyarankan agar menggunakan klakson standar pabrikan, tidak perlu memodifikasinya dengan produk aftermarket.
“Sebaiknya pakai standar pabrik. Karena modifikasi dengan suara yang lebih keras justru dapat mengganggu," kata Sony.
Namun jika tetap ingin mengganti klakson bawaan pabrikan dengan produk aftermarket, pastikan suara yang dihasilkan tidak melampaui ambang batas desibel yang sudah ditentukan dalam aturan lalu lintas.
Dari perspektif hukum, ambang batas kebisingan suara klakson sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2012 Pasal 69. Kekuatan bunyi klakson hanya berada pada kisaran 83 desibel hingga 118 desibel.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/12/29/091200915/etika-membunyikan-klakson-di-jalan-umum