Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Nasib LCGC Masih Gantung Pasca-Carbon Tax

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) masih belum menentukan nasib program Kendaraan Bermotor Roda Empat Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2) alias Low Cost Green Car (LCGC) tahun ini.

Pasalnya, dengan diterapkan harmonisasi instrumen pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 2019, segmen tersebut tidak lagi mendapat keistimewaan.

Dengan aturan yang berlaku 16 Oktober 2021 itu, LCGC dikenakan tarif 15 persen dengan dasar pengenaan pajak (DPP) 20 persen dari harga jualnya atau PPnBM sebesar 3 persen.

Sementara beberapa kendaraan berkapasitas 1.500 cc ke bawah lainnya, masih diberikan insentif PPnBM-DTP hingga Desember 2021 sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 169 Tahun 2021.

Sehingga, secara praktis akan membuat harga LCGC di dalam negeri tidak lagi murah atau setara dengan produk roda empat lain. Guna pertahankan program ini, dibutuhkan petunjuk pelaksanaan dari PP 73/2019

Tapi saat dikonfirmasi, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita masih belum dapat memastikan keberlanjutan program LCGC usai berlaku harmonisasi PPnBM yang baru.

"LCGC masih jalan. Kita berupaya memproduksi kendaraan yang ramah lingkungan, bisa melalui electric vehicle, program LCGC, sampai dengan hidrogen," katanya di ICE BSD, Tangerang, belum lama ini.

Keadaan tersebut juga diamini Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi dalam kesempatan sama. Kendati demikian, asosiasi mengaku masih terus lakukan lobi.

"Komunikasinya masih terus berjalan, masih dalam proses," katanya.

"Namun rincian program yang diajukan untuk LCGC ini, terus terang saya tidak hapal. Nanti dilihat lagi," tambah Nangoi.

Diketahui, LCGC merupakan salah satu program unggulan dalam upaya mendorong industri otomotif nasional karena dinilai mampu meningkatkan daya saing (TKDN), daya beli, serta menekan produk impor dan tingkat CO2.

Sejak berlaku pertama kali pada 2013, segmen ini langsung mendapatkan sambutan positif dari masyarakat Indonesia. Hingga kini, kontribusinya terhadap total penjualan mobil mampu mencapai 25 persen.

Dampak Ketidakpastian Program LCGC

Atas ketidakpastian ini, membuat para produsen otomotif nasional galau. Seluruh produsen terkait masih menahan penjualan dan suplai LCGC sementara sampai nasibnya rampung setelah berlaku harmonisasi PPnBM berdasarkan tingkat emisi dan efisiensi BBM.

"Untuk LCGC kami masih memaksimalkan menjual stok yang ada dahulu hingga peraturan menteri yang mengatur terkait KBH2 masuk dalam daftar penerima PPnBM-DTP," kata Yusak Billy, Business Innovation and Sales & Marketing Director PT Honda Prospect Motor kepada Kompas.com.

"Kebetulan stoknya untuk LCGC masih cukup banyak rata-rata satu bulanan ke atas, jadi kami masih keep harga dulu sambil melihat situasi," ucap Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmy Suwandy dalam kesempatan berbeda.

Diketahui saat ini sedikitnya terdapat lima produk LCGC yang dijual di pasar dalam negeri, yaitu Daihatsu Ayla dan Sigra, Toyota Agya dan Calya, Suzuki Karimun Wagon R, dan Honda Brio Satya.

https://otomotif.kompas.com/read/2021/11/16/074200015/nasib-lcgc-masih-gantung-pasca-carbon-tax

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke