Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kata Pengamat soal Masalah Bus Pariwisata yang Rawan Celaka

JAKARTA, KOMPAS.com - Kecelakaan bus pariwisata Sri Padma Kencana yang terjun ke jurang pekan lalu, menjadi kecelakaan transportasi darat yang cukup fatal di 2021. Apalagi tahun sebelumnya diketahui tidak ada kasus yang menonjol.

Insiden yang merenggut 29 nyawa penumpang di Sumedang, Jawa Barat itu bahkan dinilai pengamat transportasi Djoko Setijowarno, hampir serupa dengan kecelakaan bus Sriwijaya ke jurang di Liku Lematang yang menewaskan 35 penumpang di 2019 lalu.

Guna mencegah kejadian serupa, Djoko meminta agar pemerintah tak hanya melalkukan langkah dadakan dengan melakukan pengecekan bus pariwisata setelah kejadian, namun juga harus dilakukan secara menyeluruh hingga ke masalah legalitasnya.

"Hal seperti itu tidak akan menjadi efek jera bagi pengusaha bus pariwisata abal-abal. Karena hanya pengecekan dokumen, tidak ditindaklanjuti dengan temuan lainnya," ucap Djoko dalam keterangannya, Selasa (16/3/2021).

"Mulai dari berapa jumlah armada bus yang dimiliki, adakah tempat penyimpanan kendaraan, dan bengkel. Sepertinya, ini upaya yang sia-sia dan akan berulang lagi jika tidak diiringi pembenahan yang komprehensif," kata dia.

Menurut Djoko, berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 117 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek, salah satu syarat untuk mendirikan perusahaan angkutan umum pariwisata minimal memiliki 5 armada bus. Batasan minimal tersebut bermakna agar terjaga kelanjutan bisnis angkutan umum.

Djoko juga menjelaskan bila secara umum, faktor utama penyebab kecelakaan lalu lintas adalah manusia, sarana, prasarana, dan lingkungan. Tapi dari ragam faktor tersebut, sisi manusia kerap tidak dibenahi, karena itu Sistem Manajemen Keselamatan (SMK) adalah salah satu pembenahan yang terkait dengan faktor manusia.

"Jika SMK berjalan dengan baik dan konsisten di semua perusahaan angkutan umum, akan turut mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas. Sekarang sudah mulai dilakukan pembenahan SMK tersebut yang targetnya selesai tahun 2025, tapi mungkin perlu penambahan anggaran dan SDM supaya target bisa lebih cepat lagi selesai," kata Djoko.

Minim Pengawasan

Pada 2020, salah satu Balai Pengelola Transportasi Daerah (BPTD) di Sumatera bersama Polisi dan PT Jasa Raharja, sempat melakukan inventarisasi keberadaan bus pariwisata. Temuannya, mayoritas bus pariwisata tak berizin, baik pelat kuning atau hitam.

Berangkat dari hal itu, para pengusaha bus didorong mengurus izin melalui aplikasi Spionam juga terganjal kelengkapan dokumen kendaraan. Hal tersebut lantaran bus berasal dari Pulau Jawa, bahkan meski memiliki kartu pengawas sudah lewat usia.

Djoko meminta agar praktik seperti itu segera dibenahi yang pastinya bisa berdampak pada manajemen keselamatan perusahaan. Belum lagi dengan lemahnya pengawasan yang membuat operasional bus pariwisata sama sekali tidak terawasi.

"Jika kondisi angkutan pariwisata seperti itu, tinggal berdoa jika bus wisata apakah selamat atau tidak saat beroperasi," ujar Djoko.

Seperti diketahui, pemerintah sedang gencar meluncurkan program pariwisata, otomatis keberadaan bus jadi salah satu andalan untuk dapat memberikan akses membawa pelancong sebanyak mungkin mengunjungi lokasi wisata yang membuat bisnis angkutan wisata turut meningkat.

Kemudahan untuk membuka peluang bisnis angkutan wisata dapat lebih dipermudah. Namun jangan sampai mengabaikan atau menghindari aspek keselamatan.

"Keselamatan adalah investasi, sehingga memerlukan anggaran yang tidak sedikit. Dalam penyelenggaraan transportasi, keselamatan mutlak harus dipenuhi tanpa ada kompromi," kata Djoko.

https://otomotif.kompas.com/read/2021/03/16/155100015/kata-pengamat-soal-masalah-bus-pariwisata-yang-rawan-celaka

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke