JAKARTA, KOMPAS.com - Dewasa ini masih marak perusahaan pembiayaan (leasing) yang melakukan penarikan atau penyitaan kendaraan bermotor secara sepihak di jalan dengan alasan cicilan menunggak.
Apalagi, di tengah dampak pandemi virus corona alias Covid-19 tidak sedikit pihak yang terdampak ekonominya.
Sehingga, membuat sebagian kesulitan dalam menuntaskan kewajiban kredit terkait seperti video viral di media sosial unggahan @smart.gram.
Di sana terlihat terdapat tiga petugas pembiayaan yang mencegat seorang pengendara mobil di kawasan cukup sepi.
Mereka menyebut bahwa mobil terkait sudah menunggak cicilan jadi harus dilakukan tindakan berupa penyitaan.
Padahal, pengendara tersebut mengklaim sudah melakukan kewajibannya untuk melunaskan kendaraan dimaksud.
Belajar dari pristiwa itu, benarkah leasing memiliki wewenang untuk menarik kendaraan di jalan? Juru bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih Djarot mengatakan bahwa hal ini diperbolehkan tapi dengan syarat.
"Penarikan kendaraan/jaminan kredit bagi debitur yang sudah macet dan tidak mengajukan keringanan sebelum dampak Covid-19 dapat dilakukan sepanjang perusahaan pembiayaan melakukannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," katanya belum lama ini.
Sekar menuturkan, permohonan wajib disampaikan karena keringanan kredit tidak otomatis langsung didapatkan.
Bila tak mengajukan, pihak leasing bisa saja menganggap orang tersebut mampu membayar cicilan.
Nantinya bila benar-benar terdampak, OJK mewajibkan pihak bank ataupun leasing melakukan asesmen.
"Bank atau leasing wajib melakukan asesment dalam rangka memberikan keringanan kepada nasabah atau debitur terdampak pandemi seperti penurunan suku bunga, pengurangan tunggakan bunga, sampai penambahan fasilitas kredit," ungkap Sekar.
Adapun ketentuan hukum yang berlaku dalam upaya leasing melakukan penarikan atau penyitaan kendaraan, tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020.
Pada aturan itu, disebutkan bahwa perusahaan kreditor hanya bisa melakukan penarikan atau mengeksekusi obyek jaminan fidusia seperti kendaraan atau rumah secara sepihak usai meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri.
"Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri," demikian bunyi Putusan MK itu.
"Sepanjang pemberi hak fidusia (debitur) telah mengakui adanya “cedera janji” (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia, maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia (kreditur) untuk dapat melakukan eksekusi sendiri (parate eksekusi)," lanjutnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/03/16/104816715/mobil-sudah-lunas-mau-ditarik-debt-collector-bolehkah-ambil-paksa-kendaraan