Menurut Budi, hal ini lantaran sudah ada kelonggaran yang diberikan pemerintah bagi operator atau pengusaha bus dengan menambah jumlah kapasitas penumpang dari sebelumnya 50 menjadi 70 persen.
"Dengan kapasitas seperti itu, maka tidak ada kenaikan tarif untuk angkutan umum, karena dengan 70 persen itu kita sudah mempertimbangkan dan menghitung. Tidak ada angkutan kendaraan umum premium menaikkan tarif," ucap Budi dalam Webinar Kolaborasi Untuk Adaptasi Kebiasaan Baru Sektor Transportasi, Jumat (12/6/2020).
Lebih lanjut Budi menjelaskan, sektor transporasi umum pada masa adaptasi kenormalan baru akan berjalan melalui tiga fase. Tahapannya sudah dimulai dari sekarang hingga Agustus 2020.
Meski ada pembatasan penumpan dan zona yang berlaku, namun khusus untuk bus antarkota antarprovinsi (AKAP), antarjemput antarprovinsi (AJAP), dan bus pariwisata, sudah diperbolehkan membawa penumpang hingga 70 persen dan akan ditambah hingga 85 persen pada fase ketiga.
Menyangkut soal kenaikan tarif, sebelumnya Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan, sudah menyampaikan bila memang sulit untuk menerapkan kenaikan tarif di saat daya beli masyarakat menurun.
Apalagi, meski dengan adanya penambahan kuota untuk membawa penumpang 20 persen lebih banyak dari saat adanya larangan mudik, hal tersebut dianggap tak berpengaruh lantaran memang penumpangnya hingga saat ini masih sepi.
"Kita sebenarnya dilema, soal tarif itu sudah sering kita bicarakan lah, tapi hal ini kan menjadi percuma lantaran aturan yang tidak singkron. Beda-beda antar wilayah dengan pemerintah pusat," ujar pria yang akrab disapa Sani beberapa waktu lalu.
"Jadi meskipun tarif kita tidak berubah (naik), tapi syarat bagi penumpang itu diberatkan, pasti mereka mikir untuk berpergian. Artinya karena aturan yang memberatkan ya sepi juga penumpangnya," kata dia
https://otomotif.kompas.com/read/2020/06/13/080200415/jumlah-penumpang-ditambah-tarif-angkutan-umum-bertahan