JAKARTA, KOMPAS.com – Memiliki pikap kabin ganda atau double cabin (dcab) bisa menjadi impian sebagian orang. Alasan ini, membuat segmen dcab bekas tambang dilirik calon kosumen karena harga lebih murah dibanding bekas pribadi, apalagi beli baru.
Dcab bekas pemakaian pribadi, lansiran 2015 ke atas, dibanderol sekitar Rp 250 juta – Rp 300 juta. Sedangkan untuk dcab bekas tambang, bisa selisih Rp 50 juta sampai Rp 70 juta lebih murah ketimbang bekas pribadi. Sedangkan permintaan akan dcab bekas tambang juga tinggi.
“Pasarnya bagus, ketersediaan dan permintaan barang perbandingannya 30:70. Kebanyakan peminatnya dari perseorangan, bisa untuk dijual kembali, atau pemakaian pribadi,” kata Soni Setiawan, Pemilik diler mobil bekas spesialis bekas tambang, Istana Mobil 4x4 di Samarinda, Kalimantan Timur, kepada Kompas.com, Senin (27/4/2020).
Soni juga menjelaskan, biasanya pembeli dcab bekas tambang merupakan orang yang menimbang antara tampilan dari sekadar wujud kendaraan penumpang biasa.
“Pertimbangan orang yang membeli dcab yaitu memiliki kendaraan yang bisa dipakai untuk bekerja dan jalan-jalan. Tampilan juga berbeda, serasa naik kelas (tinggi) dibanding pakai kendaraan penumpang biasa,” ucap Soni.
Dcab bekas tambang yang dijual ke konsumen, biasanya dipilih dulu mobil yang paling minim perbaikannya. Karena ketika membeli dari perusahaan tambang, harus borongan 20 sampai 40 unit, tidak semuanya dalam kondisi yang baik.
“Untuk konsumen, diberi mobil yang masih bagus. Nanti untuk yang kurang baik kondisinya, kita perbaiki, diganti semua bagian-bagian yang rusaknya dengan suku cadang yang baru. Kalau ada yang tidak laku, dipotong-potong mobilnya,” ujar Soni.
Misalnya Mitsubishi Triton HDX tahun 2017, dihargai Rp 150 juta, biaya perbaikannya sekitar Rp 15 juta sampai kondisinya bagus, ditambah biaya cabut berkas dan pengiriman, total akhinya Rp 180 juta. Soni juga mengatakan, dalam membeli dcab bekas tambang, paling penting memiliki sasis yang masih bagus.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/04/28/074200215/pasar-dcab-bekas-tambang-tetap-diminati