JAKARTA, KOMPAS.com – Belum lama ini, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan stimulus relaksasi kredit bagi sejumlah usaha yang terkena dampak virus corona atau Covid-19.
Namun, kebijakan ini ternyata belum menyentuh dan bisa dirasakan para pengusaha bus. Seperti diketahui saat ini sejumlah perusahaan otobus (PO) tengah kesulitan dari sisi finansial lantaran tak bisa beroperasi akibat pandemi.
Kurnia Lesani Adnan, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), mengatakan, berharap pemerintah segera memberikan keringanan dalam membayar angsuran.
“Kami sudah kirim surat ke instansi terkait, berupaya komunikasi dengan pemerintah melalui DPP Organda,” ucap Sani, kepada Kompas.com (21/4/2020).
Meski begitu, Sani mengatakan pihaknya belum mendapat respons. Sejauh ini perusahaan pembiayaan menawarkan dua opsi bagi pengusaha bus, yakni membayar setengah dari total cicilan seharusnya, atau membayar bunganya saja.
Namun kedua opsi tersebut dinilai tidak efektif, pasalnya kondisi keuangan perusahaan bus saat ini hanya cukup untuk membayarkan biaya operasional. Itu saja perusahaan harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi karyawannya.
“Kalau kami terus membayar kewajiban, membayar cicilan dan operasional perusahaan, kami nanti akan kesulitan saat pandemi membaik. Cashflow tidak seimbang, yang ada nanti kami tidak bisa beroperasi,” ujar Sani.
Selain itu, hal lain yang memberatkan pengusaha bus adalah aturan dalam POJK No 11/2020 yang memberikan keringanan dengan batasan kredit hanya sampai Rp 10 miliar.
“Padahal kami rata-rata angka kreditnya di atas Rp 10 miliar, tapi tidak sampai Rp 20 miliar. Artinya aturan itu tidak bisa diimplementasikan, sehingga sampai saat ini belum ada leasing yang kasih relaksasi buat kami,” kata Sani.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/04/22/084200115/pengusaha-bus-mengaku-tak-tersentuh-relaksasi-kredit