JAKARTA, KOMPAS.com - Mulai Senin (9/3/2020), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melarang kendaraan overdimension overload alias ODOL yang beroperasi di jalan tol Jakarta-Bandung.
Lebih tepatnya, truk ODOL akan dilarang melewati ruas tol Jakarta, Cikampek, hingga Bandung, Jawa Barat. Aturan ini pun berlaku untuk semua truk ODOL, termasuk bagi tujuh komoditas yang telah disepakati mendapat pengecualian.
"Larangan untuk melintasi Tol Jakarta-Bandung ini berlaku menyeluruh. Untuk truk yang mendapat pengecualian juga demikian, jadi semua harus melintasi jalan nasional, tidak lewat tol," kata Direktur Pembinaan Keselamatan Kemenhub Risal Wasal, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (8/3/2020).
Seperti diketahui, dari hasil koordinasi terakhir dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), telah disepakati bahwa pengecualian truk ODOL tak hanya untuk komoditas kaca lembaran, beton ringan, semen, baja, dan air minum dalam kemasan, tetapi juga diberikan untuk pengangkut keramik, serta pulp dan kertas.
Menurut Risal, proses pelaksanaan akan dilakukan mulai dari Tanjung Priok. Setelah itu, ada pengarahan agar truk yang tidak sesuai dimensi dan daya angkutnya tak lagi masuk menuju jalan tol, terutama yang mengarah ke Cikampek menuju Cipularang hingga Bandung.
Akan ada beberapa petugas gabungan dari kepolisian, Kemenhub, Dinas Perhubungan (Dishub), serta Badan Pengaturan Jalan Tol (BPJT), yang akan melakukan pengarahan di titik-titik lokasi rawan ODOL.
Bila masih ditemui ada truk ODOL yang melintasi tol Jakarta mengarah ke Bandung, maka konsekuensinya akan disuruh putar balik atau keluar di pintu tol terdekat. Selain itu, petugas kepolisian juga akan memberikan sanksi tilang.
"Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, jadi kalau mereka (truk ODOL) mau lewat tol harus dengan kendaraan yang sesuai, jadi bukan tidak boleh. Kalau untuk truk yang ekspor dan impor itu pasti bisa melintas karena sudah sesuai standar regulasi," ucap Risal.
Jalan nasional
Ketika ditanya apakah dengan demikian artinya truk ODOL masih aman melewati jalur nasional sebagai lintasan alternatif, Risal mengatakan, hal tersebut juga ada konsekuensinya.
Bila ada petugas di daerah seperti kepolisian atau Dishub setempat yang mendapati adanya truk yang tak sesuai regulasi, maka akan dilakukan tindakan berupa penilangan.
"Tetap saja, truk ODOL yang melintasi jalur nasional bila kedapatan oleh petugas di daerah tentu juga akan dikenakan sanksi tilang juga, jadi seperti push policy. Kita dorong mereka dari sekarang menyesuaikan dengan aturannya," ucap Risal.
Truk ODOL Rugikan Negara
Seperti diketahui, dampak dari kendaraan angkutan niaga yang over dimension over loading ( ODOL) tak hanya berkaitan dalam hal keselamatan, tetapi juga kerugian infrastruktur yang berujung pada terkurasnya uang negara.
Menurut pengamat transportasi Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Djoko Setijowarno, cukup banyak infrastruktur jalan yang rusak akibat dilalui truk yang memiliki dimensi dan berat tak sesuai aturan.
"Dampak ODOL tak hanya dirasakan pemerintah pusat di jalan nasional, tapi juga pemerintah daerah (pemda) yang punya wewenang membangun dan memelihara jalan kota, jalan kabupaten, dan jalan provinsi," ucap Djoko yang juga Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, dalam keterangan resminya, Minggu (23/2/2020).
Djoko mengatakan, adanya kerusakan jalan yang begitu cepat di daerah akibat ODOL akan menguras Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN) serta Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ( APBD) yang sebenarnya dapat digunakan untuk program lain.
Ambil contoh seperti kasus kekesalan Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya, yang akhirnya menghentikan truk bermuatan tanah karena merusak dan mengotori jalan. Belum lagi ditambah dengan Jembatan Cibereum yang rusak berat dan berlubang.
"Jembatan itu pembangunannya dibiayai APBD Kabupaten Lebak senilai Rp 50 miliar lebih. Akhirnya ditutup untuk diperbaiki dan tidak dapat dilewati warga untuk sementara waktu, hal yang sama tidak hanya dirasakan Pemkab Lebak saja, pasti dialami pemda lainnya," ucap Djoko.
Lebih lajut Djoko menjabarkan bahwa dari data Statistik Perhubungan pada 2018, truk masih dinilai unggul lantaran memiliki aksesibilitas, cepat, dan responsif. Distribusi angkutan barang berdasarkan moda di Indonesia terbanyak menggunakan angkutan jalan (truk) 91,25 persen.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/03/09/070200015/larangan-truk-odol-di-tol-jakarta-bandung-berlaku-tanpa-pengecualian