JAKARTA, KOMPAS.com - Industri otomotif dalam negeri berkesempatan untuk memperluas cangkupan pasar ke Australia melalui pemanfaatan perjanjian Kemitraan Ekonomi Komperhensif Indonesia-Australia (IA-CEPA).
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika, menyatakan, Indonesia sejatinya punya privilege ekspor kendaraan bermotor ke Australia lebih baik dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya.
"Quantitative value contain kita lebih rendah, sehingga pasarnya ini sangat besar kemungkinan untuk diisi. Namun produk kita belum sesuai dengan permintaan pasar Australia, ada perbedaan segmentasi," katanya kepada Kompas.com, Jakarta, Kamis (29/1/2020).
Di Negeri Kanguru tersebut, lanjut Putu, permintaan terbesarnya ada pada segmen sport utility vehicle (SUV) dan sedan. Sementara produsen roda empat di Indonesia, lebih banyak produksi multi purpose vehicle (MPV) atau mobil keluarga dengan kapasitas 7-penumpang.
Dengan keadaan tersebut, lanjut Putu, Hyundai paling dekat untuk diandalkan menyasar pasar Australia. Terlebih pabrikan asal Korea Selatan tersebut berencana untuk juga memproduksi kendaraan listrik.
"Produk Hyundai paling mendekati untuk bisa Indonesia menyasar pasar Australia. Melalui keunggulannya itu, memang dia (Hyundai) yang diandalkan sembari menunggu reorientasi produsen lainnya," ujar dia.
"Selain itu, Hyundai ini berencana sebagian besar dari produksi mereka di Indonesia khusus untuk ekspor," kata Putu.
Sebagai informasi, saat ini PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) selaku produsen mobil terbesar di Indonesia sudah memproduksi sedan mini yaitu Vios dan SUV Fortuner. Namun, kedua model ini belum berhasil tembus ke pasar Australia atas dasar spesifikasi teknis yang dimiliki.
Tanggapan Gaikindo
Pada kesempatan terpisah, Sekertaris Umum Gabungan Industri Otomotif Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara, menyatakan, saat ini belum ada produsen yang benar-benar melangkahkan kaki ke pasar Australia.
"Kita sudah mengimbau kepada pihak terkait ulang, tapi ini bolanya ada pada prinsipal masing-masing pabrikan. Apakah ingin memanfaatkan kapasitas yang ada di Indonesia untuk ekspor ke Australia atau tidak. Saat ini ada yang berminat, tapi masih lihat atau studi pasar," katanya.
Perbedaan segmentasi dan spesifikasi teknis di Australia diakui cukup menyulitkan. Belum lagi, produsen terkait harus menambah investasi untuk menyiapkan layanan jaringan purna jual di sana.
"Kapasitas produksi kita 2,5 juta unit, tapi baru dipakai sekitar 1,3 juta. Ini besar sekali peluangnya memang, namun untuk ke Australia tidak sederhana. Sebab mobil bukan jual putus, harus dipikirkan juga keberadaan komponen di sana, mekanik, dan sebagainya," kata Kukuh.
"Jangan sampai sudah diekspor ke Australia, namun berbagai elemen pembantu itu tidak siap. Bukannya malah menambah nilai dan volume ekspor, nanti malah berdampak pada menurunnya kepercayaan produk buatan Indonesia," ujarnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/01/31/094200915/kemenperin-andalkan-hyundai-ekspor-ke-australia