Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hyundai Minta Harmonisasi PPnBM Ditunda, Ini Jawaban Kemenperin

JAKARTA, KOMPAS.com - Hyundai Motor Company (HMC) dikabarkan meminta pemerintah Indonesia untuk menunda pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 tentang harmonisasi skema Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) bagi kendaraan bermotor.

Permohonan ini berkaitan dengan investasi Hyundai di Indonesia dengan komitmen 1,549 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau Rp 21,8 triliun.

Pasalnya, merek Korea Selatan ini dikabarkan merasa kurang kompetitif jika harmonisasi PPnBM khususnya mobil berteknologi konvensional (internal combustion engine/ICE) yang baru berlaku. Adapun aturan tersebut, rencananya berlaku pada Oktober 2021.

Dikonfirmasi, Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika tak menampik adanya kabar permohonan itu. Ia mengatakan, pihaknya bakal melakukan komunikasi lanjutan dengan pihak Hyundai.

"Pertama, kebijakan ini efektif dua tahun setelah diundangkan (16 Oktober 2019 lalu). Sekarang sedang dipersiapkan teknis dan lainnya, termasuk turunan Perpres No.55/2019. Saya rasa bila dilihat dari produknya, Hyundai itu punya segmen yang menarik dan sebagian besar akan diekspor," katanya saat ditemui Kompas.com, belum lama ini.

"Kedua, Hyundai masuk dahulu ke Asosiasi, kemudian setelah itu baru kita lakukan diskusi bersama agar seluruh kebijakan berjalan bisa menumbuhkan iklim industri yang baik. Berdasarkan laporan yang sama terima, sekarang dia sedang mendekati asosiasi," ujar Putu lagi.

Putu enggan untuk menjelaskan awal mula perkara permohonan HMC ini. Pun, dengan informasi lanjutan mengenai penundaan harmonisasi PPnBM tersebut.

"Hyundai diharapkan bisa menembus pasar Australia melalui kerjasama yang terjalin lewat IA-CEPA (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement). Sebab, produk mereka cocok dengan pasar di sana (SUV dan sedan, serta mobil listrik)," kata Putu.

Kompas.com sudah mencoba mencari komfirmasi dari pihak Hyundai Motor Manufacturing Indonesia (HMM), namun belum mendapatkan respons.

Isi regulasi

Pada skema PPnBM baru dalam Peraturan Presiden No 73 Tahun 2019, semua jenis mobil penumpang yang kapasitas mesinnya di bawah 3.000 cc terkena PPnBM 15 persen dengan syarat konsumsi bahan bakarnya mencapai 15,5 kpl atau emisi CO2 di bawah 150 gram per kilometer.

Tarif PPnBM dikenakan sebesar 20 persen jika konsumsi bahan bakar kendaraan kurang dari 11,5 kpl atau emisi CO2 lebih dari 250 gram per kilometer. Serta, untuk mesin diesel dengan efisiensi lebih dari 13 kilometer per liter atau emisi CO2 200 gram per kilometer.

Pengenaan PPnBM 25 persen bila konsumsi bahan bakar mobil sanggup mencapai 9,3-11,5 kpl atau CO2 yang dihasilkan 200-250 gram per kilometer. Pengenaan PPnBM bisa mencapai 40 persen jika konsumsi bahan bakar mobil tidak mampu mencapai 9,3 kilometer per liter atau CO2 yang dihasilkan lebih dari 250 gram per kilometer.

Tarif yang sama dikenakan untuk mobil bermesin diesel dengan konsumsi bahan bakar kurang dari 10,5 kilometer per liter atau tingkat CO2 yang dihasilkan lebih dari 250 gram per liter.

Sedangkan untuk mobil berkapasitas 3.000 cc - 4.000 cc, sebagaimana tertuang di pasal 8 sampai 11, pengenaan PPnBM-nya mulai dari 40 persen hingga 70 persen.

LCGC dan Elektrifikasi

Selanjutnya untuk kelompok kendaraan bermotor roda empat hemat energi dan harga terjangkau (KBH2) alias Low Cost Green Car ( LCGC), dikenakan PPnBM sebesar 15 persen dengan dasar pengenaan pajak sebesar 20 persen dari harga jual. Syaratnya konsumsi bahan bakar LCGC tidak berubah dari aturan lama yakni wajib minimal 20 kilometer per liter. Hanya saja diberikan syarat tambahan yaitu, CO2 yang dihasilkan sampai 120 gram per kilometer.

Pada bagian keempat beleid tersebut, pemerintah juga mengatur tarif PPnBM untuk mobil yang menggunakan teknologi Plug-In Hybrid Electric Vehicles, Battery Electric Vehicles, serta Fuel Cell Electric Vehicles.

PPnBM yang dikenakan untuk mobil berteknologi ini ialah 15 persen dengan dasar pengenaan pajak sebesar nol persen dari harga jual. Dengan catatan, konsumsi bahan bakar setara dengan lebih dari 28 kilometer per liter atau tingkat emisi CO2 sampai dengan 100 gram per kilometer.

Sementara mobil berteknologi hybrid dan mild hybrid, dikenakan tarif PPnBM beragam mulai dari 15 persen, 25 persen, dan 30 persen, sesuai dengan kapasitas isi silindernya. Mobil listrik murni kategori pengangkutan kurang dari 10 orang maupun 10-15 orang termasuk pengemudi, dikenakan tarif PPnBM sebesar 15 persen.

Sebelumnya, Hyundai dikabarkan bakal melakukan penetrasi besar-besaran di Indonesia dengan komitmen investasi Rp 21,8 triliun.

"Investasi itu, termasuk untuk pengembangan mobil listrik. Tanahnya sekitar 600 hektar di dekat Karawang, Jawa Barat," kata Menko Maritim dan Investasi Luhut B Pandjaitan beberapa waktu lalu.

Adapun realisasi dari investasi itu, akan dilakukan dalam dua tahap. Pertama, Hyundai akan fokus pada investasi pabrik pembuatan mobil dan mengekspor setidaknya 50 persen dari total produksi.

Tahap kedua, akan fokus pada pengembangan pabrik pembuatan mobil listrik, transmisi, penelitian dan pengembangan, pusat pelatihan, dan produksi. Dari produksi di pabrik itu, Hyundai akan ekspor sebanyak 70 persennya.

"Produksi akan dimulai pada 2021 dengan kapasitas 70.000 hingga 250.000 unit per tahun," ujar Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia di keterangan resmi.

Dengan adanya investasi ini Bahlil berharap dapat memberikan nilai tambahan yang besar untuk perekonomian Indonesia dan membuka 3.500 lapangan pekerjaan.

Selain itu Hyundai juga memaksimalkan penggunaan bahan baku dalam negeri seperti bahan baku baterai dari Morowali dan ban dan karet dari dalam negeri.

https://otomotif.kompas.com/read/2020/01/27/151721615/hyundai-minta-harmonisasi-ppnbm-ditunda-ini-jawaban-kemenperin

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke