Akibat dari insiden yang menimpa dua bus tersebut, dikabarkan 21 orang tewas dan belasan lainnya mengalami luka-luka. Dari hasil pemeriksaan, ternyata diketahui bus pariwisata yang digunakan rombongan karyawan Honda tersebut sudah tidak melakukan pengujian kendaraan atau KIR sejak 2016 lalu, bahkan menurut keterangan polisi saat kejadian bus tersebut dikendarai oleh kernet, bukan sopir utamanya.
Menangapi hal ini, Darmaningtyas selaku pengamat transportasi dan Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), memberikan beberapa saran dan masukan bagi Kementerian Perhubungan untuk melakukan perbaikan terutama dalma sistem pegawasan terhadap moda transportasi bus pariwisata.
"Insiden kecelakaan terhadap bus pariwisata sudah banyak, dan rata-rata selalu terungkap dengan ketidakberesan surat-surat maupun kondisi dari busnya sendiri. Kondisi ini harus disikapi dengan cepat melalui perbaikan sistem oleh Kemenhub," ucap Darma kepada Kompas.com, Senin (10/9/2018).
Untuk itu, Darman memberikan lima saran terkait perbaikan, yakni ;
1. Pembuatan data base hasil verifikasi seluruh perizinan dan surat-surat lainnya untuk bus wisata dan AKAP secara online dan real time. Usia kendaraan mereka juga dibuatkan data base secara online. Sekiranya usia kendaraan sudah melebihi batas maksimal, toleransi yang diberikan untuk peremajaan mereka waktu ? Semuanya itu dibuat online dan real time. Perlu ada petugas khusus yang diberi mandat untuk memantau perkembangan per harinya.
2. Membuat data base secara online dan real time tentang jadwal bus wisata dan AKAP melakukan uji KIR, jadi sewaktu-waktu Kemenhub dapat melihat bus mana saja yang saatnya sudah melakukan uji KIR tapi belum melakukannya. Yang sudah jadwalnya tapi belum melakukan langsung ditegur. Jika masih bandel umumkan ke media agar masyarakat tahu dan tidak mau menggunakan bus tersebut. Perlu ada petugas khusus yang memantau data base tersebut tiap hari dan tiap minggu dilaporkan ke Dirjen terkait.
3. Memanfaatkan Balai Pengujian Laik Jalan dan Sertifikasi Kendaraan Bermotor (BPLJSKB) di Cibitung. Menurut Darma, tempat tersebut sudah cukup representative, tidak hanya untuk uji tipe saja, tapi dapat dikembangkan untuk uji KIR secara nasional. Lahan yang luas juga memungkinkan untuk dikembangkan menjadi lebih besar. Oleh karena itu, untuk menjamin uji KIR itu betul atau tidak, dapat memanfaatkan balai tersebut dan sekaligus menjadi PNBP Ditjen Hubdar yang besar, meskipun kita sadari bahwa filosofi uji KIR adalah pelayanan keselamatan, tapi tidak mungkin gratis sehingga bisa menjadi sumber PNBP.
5. Melakukan pengawasan yang ketat terhadap bus-bus wisata dan AKAP yang di daerah dapat mengoptimalkan keberadaan BPTD, sekaligus memberikan peran yang lebih besar pada BPTD.
"Saatnya teman-teman di BPTD menyadari bahwa mereka adalah mata kaki Kemenhub di daerah, maka pengawasan dan kontrol terhadap keberadaan angkutan wisata dan AKAP di daerah menjadi bagian tanggung jawab mereka," ujar Darma.
https://otomotif.kompas.com/read/2018/09/10/164200515/saran-pengamat-transportasi-soal-kecelakaan-bus-di-cikidang