PROBOLINGGO, KOMPAS.com - Kawasan pedesaan di sekitar Gunung Bromo sangat identik dengan Toyota FJ40 Land Cruiser.
Cukup banyak warga setempat yang memiliki mobil "off-road" yang dikenal dengan julukan Hardtop ini.
Hardtop jadi salah satu sumber mata pencarian warga setempat. Sebab kendaraan ini digunakan sebagai angkutan pengantar wisatawan yang ingin mencapai kaldera Gunung Bromo.
Cukup banyaknya Hartop di Bromo ternyata menjadi incaran para kolektor mobil tua.
Para pemilik mengaku cukup sering didatangi kolektor yang berani membeli mobil tersebut dengan harga relatif mahal.
Salah satunyanya adalah Santoso (64), seorang warga Desa Ngadisari, salah satu desa yang berlokasi di sekitar kaldera Bromo.
Santoso memiliki Hardtop lansiran tahun 1976 yang mulai dimilikinya tahun 1994. Saat itu, Santoso membeli dari seorang kerabatnya hanya dengan uang Rp 6 juta.
Namun kini, Santoso mengaku sudah beberapa kali didatangi orang yang ingin membeli mobilnya dengan tawaran mencapai kisaran Rp 80 juta hingga Rp 100 juta.
Santoso masih enggan melepas mobilnya. Karena khawatir tidak bisa lagi mendapatkan penggantinya.
"Kalau saya jual nanti saya cari makan pakai apa," kata Santoso saat ditemui Kompas.com, Rabu (6/6/2018).
Pengakuan yang sama juga disampaikan pemilik Harstop lainnya, Musribut (36), pemilik Hardtop tahun 1977.
Menurut Mus, pernah ada orang yang datang dan menawar mobilnya seharga Rp 100 juta. Namun, Mus bergeming. Pasalnya mobilnya itu merupakan peninggalan orang tuanya.
"Dulu ini punya bapak saya, kemudian dikasih ke saya. Jadi tidak mungkin saya jual," ucap Mus.
Hardtop tercatat meramaikan pasar mobil di Indonesia dari era 1970 hingga 1980-an.
Model yang banyak digemari adalah mobil kompak dengan dua pintu.
Di Bromo sendiri, penyewaan tiap unit Hardtop untuk mencapai kaldera biasanya berkisar Rp 450.000-750.000 di luar tiket masuk Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Tiap satu unit biasanya diisi maksimal lima orang.
https://otomotif.kompas.com/read/2018/06/13/045709515/hardtop-warga-bromo-jadi-incaran-kolektor