Kabar terakhir, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya memperluas kawasan larangan sepeda motor. Selain Jalan MH Thamrin dan Merdeka Barat, pembatasan itu diperluas, dari Bundaran HI sampai Bundaran Senayan.
Pembatasan itu akan melalui tahap uji coba, mulai 12 September 2017 hingga satu bulan ke depan. Selama masa itu, statusnya masih sosialisasi. Jika dirasa signifikan mengurangi kemacetan, aturan akan diberlakukan permanen. Lewat atau tilang! Tanpa kompromi.
Usulan Dinas Perhubungan ke Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), pembatasan itu dimulai pukul 06.00 WIB sampai 23.00 WIB.
Pemda DKI pun bekerjasama dengan PT Trans Jakarta akan mempeooorsiapkan shuttle bus dan layanan bus pengumpan atau feeder, serta bekerjasama dengan pengelola gedung untuk fasilitas parkir.
Baca: Pekan Depan Motor Mulai Dilarang Lewat Sudirman
Makin terjepit sudah pasti. Apalagi, sebelumnya, pembangunan infrastruktur di Jakarta berupa sejumlah flyover, juga ”haram” hukumnya buat motor untuk lewat. Sebut saja flyover Casablanca yang menghubungkan kawasan Karet-Tebet.
Sejumlah pemotor sempat kembali disorot saat beredar video viral ratusan dari mereka putar balik, karena di ujung flyover, menunggu jajaran polisi yang siap melakukan tilang.
Protes pun melayang. Sejumlah aktivitas yang mengatasnamakan pemotor di Jakarta, melakukan demonstrasi beberapa lalu, protes keras dengan sejumlah pelarangan itu. Intinya, mereka ingin setara, karena sama-sama membayar pajak untuk negara.
Pelanggaran
Tapi di sisi lain, pengendara motor di Jakarta makin tak terkontrol. Jumlah yang makin bertambah memicu banyaknya pelanggaran. Lawan arah ”berjamaah”, berhenti di depan garis lampu merah, menerobos busway, naik trotoar, bahkan menjadi hal yang biasa atau bahkan membudaya.
Rasanya, sejumlah protes itu tak diiringi dengan perilaku santun di jalan raya. Belakangan, muncul lagi video yang mencerminkan buruknya perilaku pengguna kendaraan bermotor di Indonesia.
Dalam video itu beberapa pengguna motor mencoba mengeluarkan motor karena di depan ada dua bus Transjakarta yang berhenti di salah satu halte. Karena jalannya tersendat, maka pengguna motor itu harus mengangkat motor ke jalan umum.
Seperti makan buah simalakama, aturan ditegakkan, protes mengalir. Tapi ketika dibiarkan, pelanggaran merajalela.
Tidak Sendiri
Jika dibilang sepeda motor adalah sumber kemacetan, bisa ya bisa juga tidak. ”Ya” karena jumlahnya yang masif dan banyak melakukan pelanggaran. ”Tidak” karena masih banyak ”pelaku” lain yang kondisinya mirip.
Baca: Berhenti di Zebra Cross, Motor Ini Diinjak Pejalan Kaki
Angkot/ kendaraan umum yang berhenti tak ditempatnya, atau bidikan coba diarahkan ke pengguna mobil yang secara logika ukurannya jauh lebih menghabiskan ruang ketimbang sepeda motor.
Tugas pemerintah dan kepolisian lalu lintas saat ini memang cukup berat, bagaimana menciptakan jalan raya yang kondusif untuk semua penggunanya, di tengah pertumbuhan pengguna kendaraan pribadi yang sangat tinggi.
Pengguna jalan di Jakarta memang harus lebih bersabar, menanti berbagai kebijakan yang bertujuan positif. Tapi satu hal yang lebih penting, mari budayakan tertib di jalan, atau paling tidak menumbuhkan rasa toleransi sesama pengguna jalan.
Sokusi yang terlalu standar, ”protokoler”, atau normatif, ya memang. Tapi jika Anda punya usulan lain, apa yang harus dilakukan pengguna jalan saat ini? Silakan tulis di kolom komentar.
https://otomotif.kompas.com/read/2017/09/06/155645615/antara-kelakuan-negatif-pemotor-dan-upaya-dipinggirkan