Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Success Story CEO Asuransi Astra Buana Santosa

Diterima Jadi “Tukang Komputer” Sekarang CEO Asuransi Astra

Kompas.com - 02/02/2016, 10:16 WIB
Febri Ardani Saragih

Penulis

Jakarta, KompasOtomotif – Karir Santosa, CEO PT Asuransi Astra Buana, mengalir seperti air yang punya sifat mengisi setiap sela kosong dan mengikuti bentuk bejana. Tercatat profesional yang sudah 27 tahun bekerja di perusahaan induk, Astra International ini, telah 13 kali gonta-ganti jabatan di delapan anak perusahaan atau divisi yang berbeda sebelum jadi CEO. Siapa sangka Santosa muda ternyata mengawali karirnya di Astra International sebagai “tukang komputer”.  

Astra International sebenarnya bukan bidikan utama tempat bekerja setelah lulus sebagai Sarjana Fisika dari Universitas Gajah Mada pada 1989. Angan sarjana muda kelahiran 1966 ini mau masuk ke dunia kerja sambil mengejar mimpi melanjutkan kuliah ke jenjang S2 dan S3. Maka itu yang jadi incaran pertama melamar ke lembaga pemerintah gagasan Prof Dr Ing BJ Habibie, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Santosa tertarik dengan BPPT karena punya program pengiriman mahasiswa lulusan terbaik untuk belajar ke luar negeri ambil gelar magister atau doktor. Sambil menunggu panggilan wawancara kerja dari BBPT, tawaran lain datang dari senior Santosa yang bekerja di salah satu anak perusahaan Astra International, Astra Graphia.

“Waktu itu ‘kakak kelas’ saya bilang di sini juga ada lowongan. Saya titip lamaran ternyata langsung wawancara. BPPT akhirnya tidak terurus karena sudah punya pekerjaan,” kata Santosa saat berbincang dengan KompasOtomotif, Kamis (10/12/2015).

Santosa diterima bekerja sebagai Software Instructor di Astra Graphia pada 1989. Pada masa itu Astra Graphia sedang berkolaborasi dengan produsen komputer terbesar kedua di dunia setelah IBM, Digital Equipment Corporation (DCE).

Menurut Santosa, ilmu Fisika yang ia miliki tidak timpang jauh dengan dunia komputer, makanya bekerja di bidang itu tidak ditolak. Tugas utama software instructor seperti “tukang komputer” di antaranya menjelaskan pada konsumen tentang cara menghidupkan komputer, melakukan perintah pakai sistem DOS, menghapus dan mengembalikan data, serta mencari solusi masalah.

Pertama ke luar negeri

BPPT semakin terlupakan karena Santosa dikirim untuk pelatihan ke Hong Kong. Pengalaman ke luar negeri ini jadi yang perdana buatnya. Wajah tersipu masih tampak ketika ia mengingat pengalamannya itu. Ia pergi sendirian dan tidak jago dalam percakapan bahasa Inggris.

“Pelatihan itu tentang teknis, kalau baca sih bisa nah di akhir itu malamnya harus presentasi. Saya sudah bikin script biar dihapal, tapi namanya panik selesai presentasi ada yang nanya saya tidak bisa jawab malah menjelaskan pakai bahasa Indonesia. Begitu ditanya langsung refleks pakai bahasa Indonesia, bingung, nggak ngerti,” ingat Santosa sambil tertawa.

Dahulu komputer masih dianggap barang canggih tidak semua orang bisa langsung memahami dan menggunakannya dengan benar. Satu hal yang pasti, Santosa menekuni bidang ini hingga diangkat menjadi Technology Marketing Specialist di perusahaan yang sama pada 1991.

Tugas baru Santosa punya tantangan tersendiri, ia harus menyelesaikan kendala sistem komputer termasuk kasus yang sulit. Agar bisa mengatasinya, Santosa mengatakan punya trik khusus.

Jauh sebelum aplikasi chatting seperti Blackberry Messenger atau WhatsApp ditemukan, komunikasi antar pengguna komputer menggunakan forum khusus. Jadi, semua teknisi komputer DCE di seluruh dunia bisa terkoneksi dengan pusat di Massachusetts, Amerika Serikat (AS). Protokol sistem ini berdiri sendiri dan hanya menghubungkan kantor-kantor DCE.

“Dulu ada forum di operating system. Jadi kalau ada masalah di konsumen kita akan kelihatan pintar padahal nggak juga. Kalau ada masalah konsumen dan belum tahu solusinya dicatat lalu dibahas di forum nanti para ahli dari AS atau negara lain komentar. Kalau sudah ada solusinya tinggal kita bawa ke konsumen,” jelas Santosa sambil tertawa lagi mereka kembali momen itu.

Proyek 5 juta dollar AS

Santosa mengatakan proyek terbesar yang pernah ia pegang yaitu instalasi hard disk untuk Badan Pelayanan Kemudahan Ekspor dan Pengolahan Data Keuangan (BAPEKSTA Keuangan) dari Departemen Keuangan RI. Nilai proyek ini mencapai 5 juta dollar AS.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com