Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Success Story Presdir V-Kool Indonesia, Darma Eddie Salim [2]

Bos V-Kool Indonesia Ini Berpetualang di Negeri Orang

Kompas.com - 02/12/2015, 12:08 WIB
Azwar Ferdian

Penulis


Kehidupan ini sangat indah. Tak semua perjalanan hidup manusia berjalan dengan mulus. Tentu banyak rintangan dan hambatan dalam meraihnya. Kuncinya adalah kesabaran, keteguhan hati, memiliki prinsip yang kuat, jujur, apa adanya, dan selalu melakukan inovasi. Di balik kesuksesan seseorang, ada kisah-kisah mengharukan dan menyedihkan. Semua itu adalah proses yang harus dilalui. Mulai hari ini, Kompas.com menurunkan serial artikel "Success Story" tentang perjalanan tokoh yang inspiratif. Semoga pembaca bisa memetik makna di balik kisah.

Jakarta, KompasOtomotif – Senyumnya mengembang ketika coba mengingat kembali serpihan kenangan masa kecilnya. Darma Eddie Salim, Presiden Direktur PT V-Kool Indolestari ini, masih ingat betul bagaimana didikan disiplin dari orang tua yang dirasakan dari kecil hingga Sekolah Dasar.

Sayang, masa tumbuhnya di Jakarta harus berakhir sampai usia 11 tahun. Eddie memutuskan untuk berangkat ke Singapura guna melanjutkan pendidikan tingkat pertama. Di negeri tetangga itu Eddie mendapatkan tantangan baru hidup jauh dari orang tua.

“Usia 11 tahun saya pindah sekolah ke Singapura. Sebenarnya ini seperti tradisi keluarga, kakak-kakak saya semua juga pindah untuk melanjutkan sekolah di sana. Kebetulan saya anak terakhir dari tujuh bersaudara,” jelas Eddie melanjutkan perbincangan bersama KompasOtomotif beberapa waktu lalu di Lounge V-Kool, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Di Singapura dia tinggal bersama kakaknya di sebuah apartemen kontrakan. Tantangan pertama yang dihadapi tentu saja kendala bahasa, setelah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia di SD, kini Eddie harus belajar bahasa baru, Inggris.

Tantangan terbaru lainnya adalah masalah prestasi. Eddi mengaku dirinya memang saat kecil tidak terlalu suka belajar. Keluarganya pun mengkhawatirkan situasi ini karena takut jika nanti malah tidak lulus sekolah.

“Saya sangat tidak suka belajar. Sampai-sampai, ada kekhawatiran soal pendidikan saya dan sempat diejek tidak akan lulus. Tapi setelah diejek, ini seakan menjadi cambuk, saya pun mulai mengubah perilaku dan mulai belajar. Saya punya target untuk bisa lulus, dan ternyata malah juara 1 di kelas,” cerita Eddie sambil tertawa.

Mada/Kompas.com Presdir PT V-Kool Indolestari, Darma Eddie Salim

Setelah itu kebiasaan Eddie pun mulai berubah. Dia sukses menyelesaikan sekolah menengah dan menengah atas di Singapura dengan nilai yang memuaskan. Sampai akhirnya tiba untuk masuk ke perguruan tinggi, Eddie kembali mengambil keputusan krusial untuk kuliah di Kanada.

“Setelah lulus SMA, ada pilihan untuk kuliah di Kanada, karena kakak saya sudah lebih dulu di sana. Akhrnya saya mendaftar di McGill University, Montreal. Saya ambil jurusan Teknik Sipil, karena saya pikir saya mau ciptakan sesuatu yang bisa dikenang. Kuliah S1 saya bisa selesai 3,5 tahun,” jelas Eddie.

“Buat saya, yang penting dalam kunci keberhasilan adalah kemauan kita sendiri untuk maju. Jangan setengah-setengah dalam melakukan sesuatu. Rumusnya kunci keberhasilan 100 persen tekad dikali 100 persen cara dikali 100 persen pelaksanaan. Itu semua harus total dilakukan,” tegas Eddie.

Selesai di Kanada, Eddie melanjutkan mengambil program master teknik sipil di Amerika Serikat, di Stanford University, Palo Alto. Dia mengaku punya ketertarikan khusus dengan matematika dan sains, sampai-sampai ketertarikannya sempat berubah untuk mengambil program komputer.

“Menurut saya komputer programming itu fun banget. Ada tantangannya mengenai analisa dan logika. Saya sempat goyah, karena terlanjur ambil teknik sipil. Tapi,akhirnya tetap dilanjutkan pilihan awal karena ada dosen saya bilang bahwa apa yang dipelajari di universitas, bukan semata-mata pelajarannya saja. Universitas bukan mengajari pentingnya mata pelajaran, tapi mengajari cara kamu berpikir.”

Usia 22 tahun Eddie sudah menyelesaikan program masternya. Stanford memberikan kesan yang sangat mendalam dalam menuntut ilmu. Di sana ada etika kode kehormatan, dan semua siswa yang masuk haruus menjaga etika ini.

“Saat pertama kali masuk, mereka bersumpah menjaga etika ini. Ini dimaksudkan agar kita kuliah untuk jujur. Contohnya ketika ujian, kertas ujian kami bebas dibawa kemana pun, termasuk di bawa pulang. Tapi, kami punya etika untuk tidak boleh curang atau nyontek teman, padahal tidak ada dosen yang mengawasi. Itu kesan yang mendalam buat saya selama kuliah di Stanford,” jelas Eddie.

Bagaimana kelanjutan kisah hidup Darma Eddie Salim setelah menyelesaikan kuliahnya di AS, dan diminta kembali pulang ke Indonesia untuk membantu usaha orang tua? Simak terus di Success Story KompasOtomotif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com