JAKARTA,KOMPAS.com - Kasus kecelakaan bus pariwisata di Subang, Jawa Barat menambah jumlah tragedi yang melibatkan layanan milik perusahaan otobus (PO) di Tanah Air.
Ironisnya, pada kejadian ini diduga adalah bus bekas dengan usia tua sehingga tidak layak beroperasi. Beredar kabar jika milik PO Putera Fajar itu merupakan kendaraan bekas yang sudah berpindah tangan beberapa kali.
Saat ini di Indonesia sendiri sistem jual beli bus bekas memang boleh dilakukan, tapi tidak boleh sembarangan. Ada regulasi yang harus dipatuhi untuk melakukan proses ini, hanya saja aturan ini kerap terap terabaikan.
Baca juga: Pengaruh Mobil China buat Subaru
Ketua umum IPOMI dan Direktur Utama PO SAN, Kurnia Lesani Adnan mengatakan, sebenarnya jika bicara proses jual beli itu sudah diatur lantaran sudah ada aturannya.
"Namun kembali lagi berulang kesekian juta kalinya karena pengawasan yang lemah. Penegakan aturan yang tidak jalan dan lemah ini makanya terjadi hal seperti ini lantaran abai," katanya di ajang Busworld 2024, Rabu (17/5/2024).
Pria yang akrab disapa Sani itu mengatakan, alur atau langkah pertama saat menjual bus bekas harus memblokir nomor kendaraan tersebut sebelum berpindah tangan. Setelah nomor kendaraan terblokir, pembeli bus bekas wajib menggubah berkas dengan namanya.
"Kalau kami bus itu pelat kuning, jadi tidak harus jadi pelat hitam dulu jika ingin dijual, beda dengan taksi," katanya.
Sani menjelaskan, kalau taksi menyangkut PPNB dan segala macam yang di tidak dibayarkan atau di diskon pemerintah pada saat masih pelat nomor kuning. Sehingga saat mau dijual itu menjadi barang mewah dan harus dihitamkan pelat nomornya jika ingin dijual
Langkah kedua jika ingin menjual bus bekas, kalau bus pindah tangan dari satu PO A ke PO B, PO A itu wajib membuat surat pelepasan hak karena bus sudah bukan punya PO A. Pada surat tersebut disebutkan jika bus sudah sudah pindah tangan ke PO B.
Baca juga: Sering Kecelakaan, Operasional Bus Pariwisata Sulit Diawasi
" Ini (jual beli bus bekas sembarangan) berlangsung karena tidak ada pengecekan dan penegak pengawasan atau hukumnya di jalan makanya terjadi seperti ini," ujarnya.
"Betul Kementerian Perhubungan hanya memiliki kewenangan sebatas administratif. Untuk kewenangan yang berkaitan dengan hukum itu ada di institusi lain. Dua institusi lain yang harusnya memiliki tanggung jawab yang sama dan besar, ini harus dilakukan bersama," kata Sani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.