Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Kasus Pemukulan oleh Oknum TNI, Lebih Baik Mengalah di Jalan Raya

Kompas.com - 20/06/2023, 13:21 WIB
Aprida Mega Nanda,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi arogansi pengguna jalan raya kembali terjadi. Kali ini melibatkan oknum Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan seorang pengendara mobil bernama Rifkho.

Kejadian bermula ketika mobil yang dikemudikan Rifkho bersama sang sepupu hendak melewati lampu merah di Jalan Prapanca Raya, Jakarta Selatan, pada Minggu (18/6/2023) dini hari.

Kemudian terdapat tiga orang oknum TNI dari arah sebaliknya berusaha memotong laju mobil untuk mengarah ke Jalan Kemang Raya menggunakan motor.

Baca juga: Diskon Motor Listrik di Jakarta Fair 2023 Tembus Rp 4 Juta

“Para pelaku tidak terima karena tidak kami beri jalan, padahal pada perempatan tersebut ada rambu yang melarang belok kanan (ke arah Jalan Kemang Raya) dan putar arah,” ucap Rifkho, dikutip dari Kompas.com, Selasa (20/6/2023).

Alhasil, cekcok keduanya pun tidak terhindarkan hingga berujung pemukulan serta penganiayaan terhadap Rifkho.

Cekcok di jalan raya memang kerap kali terjadi, tak jarang yang menjadi penyebab adalah tidak adanya sikap mengalah antar sesama pengemudi.

Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana mengatakan, budaya malu berlaku kasar di tempat umum belum meresap di Indonesia.

Ilustrasi perkelahian di jalanIstimewa Ilustrasi perkelahian di jalan

“Orang lain melihat karakter, pribadi seseorang itu dari perilakunya dalam menaati aturan dan atau saat bertindak bijak dalam menyelesaikan masalah, sehingga kalau tindakannya negatif maka pasti banyak yang mencibir dan prihatin bahkan menilai siapa dia, dari latar belakang apa, punya masalah apa, atau dari institusi mana,” ucap Sony, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (20/6/2023).

Menurut Sony, mencari masalah di jalan adalah hal yang mudah, namun untuk berlaku sopan adalah hal yang sulit untuk dilakukan.

“Hal ini karena kurangnya kemampuan seseorang dalam mengontrol emosi, ini yang butuh proses pembentukan karakter manusia. Jadi kuncinya adalah komitmen dan konsisten untuk berubah baik, dengan cara mengalah, sopan, positif thinking, berbagi dan memaafkan. Kalaupun komitmen dan konsisten butuh waktu 5 sampai dengan 10 tahun,” kata Sony.

Impresi berkendara Honda WR-V di BaliKOMPAS.com/STANLY RAVEL Impresi berkendara Honda WR-V di Bali

Sementara itu, Training Director The Real Driving Centre Marcell Kurniawan menambahkan, memang masih banyak pengemudi yang tidak mau mengalah di jalan raya.

“Banyak faktor yang menyebabkan perilaku tersebut. Pertama dan utama adalah uneducated, kemudian dalam pengaruh perasaan yang negatif, pengaruh obat, lelah atau memang juga perilaku yang agresif, egois, dan tidak menghargai orang lain,” ucap Marcell.

Baca juga: Ajang Balap Mobil Hemat Energi Pakai Ban Ramah Lingkungan

Bagi pengemudi yang bertemu orang yang tidak mau mengalah lebih baik tidak terpancing emosi. Lebih baik beri jalan atau ruang untuk orang tersebut, jadi tidak ikut ngotot walaupun haknya di ambil.

“Di jalan itu mengalah bukan berarti kalah. Namun bertindak bijaksana agar kita dapat meminimalisir risiko yang mungkin terjadi,” kata Marcell.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com