Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peraturan Pajak Karbon Harus Menguntungkan Semua Pihak

Kompas.com - 27/07/2022, 14:44 WIB
Aris F Harvenda,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

BALI, KOMPAS.comPajak karbon sedang dikaji di Indonesia dalam upaya untuk mengendalikan perubahan iklim dan memerangi pemanasan global. Kebijakan ini sesuai dengan Undang - Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang telah disahkan DPR sejak 7 Oktober 2021.

Namun, penerapan yang seharusnya dimulai 1 Juli 2022, kembali ditunda untuk kedua kali. Alasan utama, karena pemerintah masih melihat adanya faktor ketidakpastian di tingkat global dan menimbang kembali kesiapan pelaku industri sehingga langkah penundaan diambil untuk memastikan implementasi akan berjalan dengan baik.

Perlu dikethaui juga bahwa pajak Karbon merupakan pajak yang dikenakan atas penggunaan bahan bakar fosil seperti bensin, avtur, gas, dan lain - lain.

Baca juga: Tambah Investasi di Indonesia, Toyota Siapkan Mobil Hybrid Baru

 

Bahkan, pajak karbon bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca sebagai langkah memerangi pemanasan global.

Skema Pajak Karbon di UU HPPKOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI Skema Pajak Karbon di UU HPP

Menerapkan pajak karbon di Indonesia dapat membantu mengurangi pemanasan global dan mengendalikan perubahan iklim, serta meningkatkan pendapatan pajak dan efisiensi energi bagi konsumen dan bisnis.

Menanggapi hal itu, Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, bahwa bicara mengenai skema pajak karbon, ini yang perlu diperhatikan ke depan agar Indonesia juga mengadopsi perhitungan dari negara lain.

"Jangan sampai nanti kita menerbitkan satu peraturan yang tidak kompatibel dengan tetangga kita, itu yang bisa menyebabkan minat investasi menjadi berkurang, jangan sampai seperti itu," ujar Putu di Bali, Rabu (27/7/2022).

Maka dari itu, tentang pajak karbon menurut dia diharapkan bisa mengadopsi ketentuan internasional sehingga Indonesia tidak tertinggal atau dianggap asing oleh negara lain serta para investor di bidang otomotif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau