JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan pengenaan cukai terhadap emisi kendaraan bermotor kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tujuannya, untuk meredam tingkat polusi akibat CO2 yang dihasilkan kendaraan berbahan bakar fosil.
Namun, tidak semua kendaraan akan dikenakan cukai. Diantaranya, kendaraan yang tidak menggunakan bahan bakar minyak (BBM) atau kendaraan listrik, kendaraan umum, pemerintah, dan kendaraan kepemilikan khusus seperti damkar, ambulans, serta kendaraan untuk diekspor.
"Obyek cukai yang kami sarankan diperuntukkan kendaraan bermotor yang menghasilkan emisi CO2 atau karbon dioksida," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta, Rabu (19/2/2020).
Baca juga: Hindari 3 Kebiasaan Buruk Ini untuk Kurangi Emisi Gas Kendaraan Bermotor
Adapun mekanisme pembayarannya, dilakukan sama seperti cukai bagi kantong plastik dan minuman berpemanins.
"Mekanisme pembayaran dilakukan sama seperti plastik dan minuman tadi, yaitu saat keluar dari pabrik atau pelabuhan," ujar dia.
Menurut Sri Mulyani, jika usulan tersebut diterima maka pemerintah berpotensi mendapat penerimaan cukai sebesar Rp 15,7 triliun.
"Dengan menggunakan skema dan besaran tarif yang sama dengan penerapan PPnBM tahun 2017, penerimaan cukai yang dihasilkan sebesar Rp 15,7 triliun," ucapnya.
Baca juga: Selain Harga Resmi, Ini Biaya Tambahan Bikin dan Perpanjang SIM
Di satu sisi, pemerintah tahun lalu telah menerbitkan aturan terkait pengenaan pajak kendaraan berdasarkan emisi. Regulasi ini tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan siap berlaku pada 16 Oktober 2021.
Sebelumnya, Sri Mulyani juga mengusulkan kantong plastik atau kresek dikenakan biaya tarif cukai sebesar Rp 30.000 per kilogram atau Rp 450 per lembar. Ia menyebut, hal ini beranjak dari pristiwa pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh sampah plastik.
Sementara pengenaan cukai minuman berpemanis didasarkan pada fenomena banyaknya masyarakat Indonesia yang terkena penyakit akibat gula dan makanan berpemanis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.