Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Usul Emisi Kendaraan Bermotor Kena Cukai

Kompas.com - 20/02/2020, 07:02 WIB
Ruly Kurniawan,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan pengenaan cukai terhadap emisi kendaraan bermotor kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tujuannya, untuk meredam tingkat polusi akibat CO2 yang dihasilkan kendaraan berbahan bakar fosil.

Namun, tidak semua kendaraan akan dikenakan cukai. Diantaranya, kendaraan yang tidak menggunakan bahan bakar minyak (BBM) atau kendaraan listrik, kendaraan umum, pemerintah, dan kendaraan kepemilikan khusus seperti damkar, ambulans, serta kendaraan untuk diekspor.

"Obyek cukai yang kami sarankan diperuntukkan kendaraan bermotor yang menghasilkan emisi CO2 atau karbon dioksida," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta, Rabu (19/2/2020).

Baca juga: Hindari 3 Kebiasaan Buruk Ini untuk Kurangi Emisi Gas Kendaraan Bermotor

Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) berbincang dengan Menteri BUMN Erick Thohir aat konferensi pers terkait penyelundupan motor Harlery Davidson dan sepeda Brompton menggunakan pesawat baru milik Garuda Indonesia di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (5/12/2019). Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu berhasil mengungkap penyelundupan sepeda motor Harley Davidson pesanan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, I Gusti Ngurah Askhara dan dua sepeda Brompton beserta aksesorisnya menggunakan pesawat baru Airbus A330-900 Neo milik Garuda Indonesia.ANTARA FOTO/HAFIDZ MUBARAK A Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) berbincang dengan Menteri BUMN Erick Thohir aat konferensi pers terkait penyelundupan motor Harlery Davidson dan sepeda Brompton menggunakan pesawat baru milik Garuda Indonesia di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (5/12/2019). Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu berhasil mengungkap penyelundupan sepeda motor Harley Davidson pesanan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, I Gusti Ngurah Askhara dan dua sepeda Brompton beserta aksesorisnya menggunakan pesawat baru Airbus A330-900 Neo milik Garuda Indonesia.

Adapun mekanisme pembayarannya, dilakukan sama seperti cukai bagi kantong plastik dan minuman berpemanins.

"Mekanisme pembayaran dilakukan sama seperti plastik dan minuman tadi, yaitu saat keluar dari pabrik atau pelabuhan," ujar dia.

Menurut Sri Mulyani, jika usulan tersebut diterima maka pemerintah berpotensi mendapat penerimaan cukai sebesar Rp 15,7 triliun.

"Dengan menggunakan skema dan besaran tarif yang sama dengan penerapan PPnBM tahun 2017, penerimaan cukai yang dihasilkan sebesar Rp 15,7 triliun," ucapnya.

Baca juga: Selain Harga Resmi, Ini Biaya Tambahan Bikin dan Perpanjang SIM

Seorang petugas Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta melakukan uji emisi kendaraan dinas saat peluncuran aplikasi e-Uji Emisi di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (13/8/2019). Pemprov DKI Jakarta meluncurkan aplikasi e-Uji Emisi untuk mempermudah masyarakat melakukan uji emisi kendaraan.ANTARA FOTO/ADNAN NANDA Seorang petugas Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta melakukan uji emisi kendaraan dinas saat peluncuran aplikasi e-Uji Emisi di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (13/8/2019). Pemprov DKI Jakarta meluncurkan aplikasi e-Uji Emisi untuk mempermudah masyarakat melakukan uji emisi kendaraan.

Di satu sisi, pemerintah tahun lalu telah menerbitkan aturan terkait pengenaan pajak kendaraan berdasarkan emisi. Regulasi ini tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan siap berlaku pada 16 Oktober 2021.

Sebelumnya, Sri Mulyani juga mengusulkan kantong plastik atau kresek dikenakan biaya tarif cukai sebesar Rp 30.000 per kilogram atau Rp 450 per lembar. Ia menyebut, hal ini beranjak dari pristiwa pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh sampah plastik.

Sementara pengenaan cukai minuman berpemanis didasarkan pada fenomena banyaknya masyarakat Indonesia yang terkena penyakit akibat gula dan makanan berpemanis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau