Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kendaraan Dinas dan Umum Masih Konsumsi Solar Berkualitas Rendah

Kompas.com - 21/08/2019, 07:32 WIB
Donny Dwisatryo Priyantoro,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) yang peduli terhadap pengendalian pencemaran udara di DKI Jakarta menyinggung kendaraan umum dan dinas operasional pemerintah yang masih menggunakan bahan bakar berkualitas rendah. Padahal, sudah ada aturannya bahwa kendaraan umum dan kendaraan dinas operasional pemerintah wajib menggunakan bahan bakar ramah lingkungan.

Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif KPBB, menyebutkan bahwa saat ini masih banyak kendaraan umum dan ASN yang menggunakan Solar 48. Pria yang akrab disebut Puput tersebut juga mengatakan bahwa semua bus di DKI Jakarta masih pakai Solar 48.

Baca juga: Polisi Harus Gelar Razia Emisi untuk Menekan Polusi

"Tempo hari waktu kita sarankan pakai BBG (Bahan Bakar Gas), kan harganya murah hanya Rp 3.100 per liter. Mereka nggak mau, mereka kembali lagi ke Solar," ujar Puput, saat diskusi bertema "Pengendalian Pencemaran Udara Terganjal Kualitas BBM" di sekretariat KPBB, Sarinah, Jakarta, Jumat (16/8/2019).

Padahal, di Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 tahun 2014 tentang Transportasi pasal 53 ayat 1, disebutkan bahwa setiap Kendaraan Bermotor Umum dan Kendaraan Dinas Operasional Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib menggunakan bahan bakar ramah lingkungan.

Selanjutnya, ayat 2 juga menjelaskan, bahan bakar ramah lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa bahan bakar gas, listrik, hybrid, biofuel atau bahan bakar minyak berstandar paling sedikit euro-3.

Baca juga: Sudah 15 Tahun, Perpanjang STNK Harus Uji Emisi Masih Wacana

Petugas SPBU mengisi solar bersubsidi kepada mobil konsumen di SPBU Coco Cikini Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2014). Sesuai arahan Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), aturan pelarangan pembelian BBM subsidi jenis minyak solar khususnya di wilayah Jakarta Pusat mulai diberlakukan Jumat 1 Agustus. Selain itu, BPH Migas juga membatasi pembelian solar bersubsidi di daerah lain dengan melarang pembelian pada malam hari.TRIBUNNEWS/HERUDIN Petugas SPBU mengisi solar bersubsidi kepada mobil konsumen di SPBU Coco Cikini Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2014). Sesuai arahan Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), aturan pelarangan pembelian BBM subsidi jenis minyak solar khususnya di wilayah Jakarta Pusat mulai diberlakukan Jumat 1 Agustus. Selain itu, BPH Migas juga membatasi pembelian solar bersubsidi di daerah lain dengan melarang pembelian pada malam hari.

"Di Perda itu, yang dikatakan bahan bakar ramah lingkungan adalah bahan bakar yang setara dengan standar Euro 3 yaitu Pertadex. Tapi Pertadex kan harganya Rp 11.700, dibanding Solar 48 yang harganya Rp 5.100, mereka keberatan," kata Puput.

Puput menambahkan, harusnya kalau keberatan, sebaiknya beralih ke BBG. Alasan, beberapa operator angkutan umum, katanya jarak tempuh atau tingkat keekonomian BBG itu lebih rendah dari Solar.

"Itu betul, tapi kalau dihitung unit cost per kilometernyam tetap saja menggunakan BBG lebih murah," ujar Puput.

Puput menjelaskan, satu liter Solar itu katanya bisa menempuh 2,3 km. Kalau BBG hanya 1,7 km. Tapi secara harga terpaut jauh. Sekarang tinggal dikalikan saja. Harga BBG per kilometernya masih jauh lebih murah dibanding pakai Solar 48.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau