JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah berupaya mengoptimalkan prasaran dan sarana transportasi massal perkotaan di Indonesia. Hal ini dilakukan dalam rangka mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang berdampak pada kemacetan dan telah menjadi masalah serius di kota-kota besar Indonesia, termasuk Jakarta.
Salah satu langkah yang diambil Kemenhub adalah dengan mengkaji transportasi massal baru bernama "O-Bahn". Transportasi ini merupakan gabungan dari Bus Rapid Transit (BRT) dan Light Rapid Transit (LRT) yang digadang-gadang bisa menjadi alternatif pilihan angkutan massal perkotaan di Indonesia.
Menurut Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi, dengan maraknya terbangun infrastruktur jalan maka diperlukan antisipasi agar masyarakat tidak memenuhinya dengan kendaraan pribadi. Salah satu caranya dengan mengoptimalisasikan angkutan massal.
Baca juga: Insiden Cipali, Kemenhub Kembali Usulkan Ruang Khusus Sopir Bus
"Tahun 2019 ini adalah era Kementerian Perhubungan untuk memperbaiki semua sarana dan fasilitas menyangkut angkutan umum. Kita juga harus cepat merespon karena beberapa kota besar di Indonesia sudah mulai mengalami kemacetan,” ujar Budi dalam keterangan resminya, Rabu (26/6/2019) lalu.
Meski terdengar baru, namun O-Bahn sendiri sebenarnya sudah diterapkan di sejumlah negara berkembang, seperti Jepang, Australia, dan Jerman. Basis dari transportasi ini adalah smart train dengan sistem transit bus cepat.
Bus ini memiliki roda pandu yang berada di samping ban depan bus. Roda pandu ini menyatu dengan batang kemudi roda depan, sehingga ketika bus memasuki jalur O-Bahn, sopir tak perlu lagi mengendalikan arah bus karena roda pandu akan mengarahkan bus sesuai dengan arah rel pandu serta mencegah bus terpelosok ke celah yang ada di jalur.
Baca juga: Terlalu Lebar, Kemenhub Minta Bus Listrik Transjakarta Diperbaiki
Menurut Dirjen Perkeretaapian Zulfikri, O-Bahn dapat dibangun dengan biaya yang relatif lebih murah dibandingkan LRT. Tapi bila dibandingkan dengan BRT, biayanya jauh lebih mahal.
"Kapasitasnya lebih besar dari pada busway, tapi lebih kecil dari LRT. Anggarannya memang lebih besar dibanding busway karena kita harus membangun beberapa ruas jalur. Untuk tempatnya mungkin di luar dari Jakarta, karena itu kita perlu lihat lagi bagaimana masterplan kotanya," kata Zulfikri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.