TANGERANG, KOMPAS.com — Makin naiknya nilai tukar dollar Amerika Serikat terhadap rupiah disebut sangat memengaruhi penjualan mobil "low segment", seperti mobil murah alias low cost green car (LCGC) dan segmen lain dengan rentang harga relatif sama. Namun, kondisi tersebut tak berlaku pada penjualan mobil "high segment".
Executive General Manager Toyota Astra Motor (TAM) Fransiscus Soerjopranoto mencontohkan mobil high segment seperti Toyota Voxy atau mobil-mobil lain yang masih sekelas ataupun di atasnya. Pada segmen ini, Soerjo menyebut sampai saat ini penjualan masih relatif stabil.
Kalaupun ada penurunan, biasanya lebih disebabkan belum adanya produk baru. Namun, sepanjang ada produk baru, konsumen mobil tipe ini masih tetap punya daya beli.
Baca juga: Rapor Merah Mobil Murah!
Namun, berbeda halnya dengan konsumen mobil low segment. Konsumen tipe inilah yang kini juga mengalami masalah bad debt (kredit macet).
"Kalau high segment, ada produk baru, kayak Voxy atau Xpander dia mau beli. Tapi kalau low segment, bisa dilihat LCGC turun terus," kata Soerjo saat ditemui di Bintaro, Tangerang Selatan, Senin (30/7/2018).
Menurut Soerjo, efek negatif naiknya dollar AS pada pasar low segment tak lepas dari naiknya suku bunga. Kondisi inilah yang berdampak terhadap sulit disetujuinya pengajuan kredit mobil.
Dalam dua bulan terakhir, Bank Indonesia tercatat telah menaikan suku bunga acuan sebanyak dua kali. Pertama pada tanggal 30 Mei lalu sebesar 25 basis poin, yang kedua, akhir Juni 2018, sebesar 50 basis poin menjadi 5,25 persen.
Baca juga: Efek Mobil Murah buat Industri Otomotif
"Orang beli mobil lebih sulit buat disetujui oleh perusahaan pembiayaan. Bunganya juga naik. Jadi kendalanya di situ," kata Soerjo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.