Charlotte, KOMPAS.com – Komitmen negara-neagra di seluruh dunia soal polusi dan perbaikan udara, sedang menjadi isu global saat ini. Emisi pada kendaraan bermotor bermesin konvensional, menjadi salah satu sektor yang menjadi perhatian.
Arahnya adalah pengembangan kendaraan listrik dan hybrid, di mana ke depan sudah tidak lagi bergantung pada bahan bakar minyak (BBM). Namun, situasi ini menghawatirkan, bagi pebisnis minyak yang diperkirakan demand-nya akan turun.
Mengutip Autonews.com, Senin (30/1/2018), menurut analis dari Bank of America Merrill Lynch kalau permintaan BBM memang akan terus naik, tapi hanya sampai 2030 saja. Selanjutnya, grafiknya akan menurun.
Baca juga : Klaim Efisiensi BBM Nissan Note e-Power, Tembus 37,2 Km/Liter
Mereka memprediksi bahwa 40 persen dari seluruh penjualan mobil terdiri dari kendaraan listrik pada 2030. Ini sudah pasti mengurangi kebutuhan akan minyak sebagai bahan bakar untuk transportasi. Ini menguatkan riset-riset sebelumnya, yang punya pendapat serupa.
Meskipun konsumsi minyak global yang kuat membantu menekan harga minyak mentah lebih tinggi, kenaikan kendaraan listrik dipandang sebagai salah satu ancaman permintaan jangka panjang terbesar. Sebagian besar perusahaan minyak melihat permintaan meroket sekitar 2040, tapi Royal Dutch Shell melihat puncaknya ada di awal 2030-an.
Perusahaan konsultan dan riset energi Wood Mackenzie menuturkan akhir tahun lalu, memperkirakan pertumbuhan permintaan minyak merangkak naik tapi tidak mencapai puncaknya pada tahun 2035. Ini memaksa perusahaan energi besar beralih dari minyak ke gas alam dan bahan kimia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.