BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Daihatsu

Tembus Medan 4x4, Terios Telusuri Cericit Burung Centil di Lolobata

Kompas.com - 18/07/2017, 10:02 WIB
Dimas Wahyu

Penulis

KOMPAS.com - Pulau-pulau di Maluku masih terus ditelusuri oleh tim Terios 7-Wonders menggunakan SUV mereka hingga hari keempat ekspedisi atau Senin (17/7/2017).

Mulai dari Ternate yang menjadi sumber rempah dunia hingga Laut Maluku yang menyimpan begitu banyak ikan bagi para nelayan, tim bersama tiga SUV Terios pun kini menuju Taman Nasional Aketajawe Lolobata di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, untuk melihat burung asli Halmahera, salah satunya burung bidadari, yang disebut cukup centil, dan hanya khusus saat pagi hari.

(Baca: Terios 7-Wonders 2017)

Untuk sampai ke sana, tim melanjutkan perjalanan ke utara Pulau Halmahera sejauh lebih kurang 90 km pada Minggu (16/7/2017) sore. Jarak tempuh itu bisa dikatakan sekitar tiga perempat dari hari sebelumnya. Namun, kondisinya lebih rusak.

"Sekitar 9,5 kilometer sebelum sampai, itu jalurnya offroad. Parah. Sebenarnya ini memang jalan rusak, ditambah lumpur karena habis hujan. Mobil-mobil yang lewat di sini sendiri biasanya mobil-mobil 4x4 double cabin," kata Toni, salah satu anggota tim Terios 7-Wonders, seraya mengatakan bahwa jalan yang diambil tim adalah Aketajawe-Lolobata, di samping pilihan jalur dari arah sebaliknya.

Terios yang punya tinggi 20 cm lolos melewati jalan rusak tersebut sekalipun berpenggerak 2WD karena juga didukung mesin DOHC yang punya daya lebih banyak sejak awal.

SUV Terios melewati jalan rusak di Pulau Halmahera Maluku. Sejumlah jalan umumnya dilalui kendaraan 4x4, tetapi Terios bisa melaluinya.Astra Daihatsu Motor SUV Terios melewati jalan rusak di Pulau Halmahera Maluku. Sejumlah jalan umumnya dilalui kendaraan 4x4, tetapi Terios bisa melaluinya.

Kerja otot terhadap setir pun dimudahkan melewati lumpur untuk belok dan tetap di jalan karena power steering-nya sudah dibantu sistem elektrik sehingga tim akhirnya sampai di gerbang kantor Taman Nasional, dan lantas berkemah di hutan pada Minggu malam.

Burung centil

Usai berkemah, tim sudah diminta bersiap-siap pada pukul 04.00 pagi untuk bergegas ke tempat pemantauan burung.

Tim Terios 7-Wonders naik ke rumah pengamatan burung di hutan Taman Nasional Aketajawe Lolobata, Maluku. Mereka naik dengan tanggal tali secara vertikal di pohon yang tingginya setara rumah empat lantai, Senin (17/7/2017).Astra Daihatsu Motor Tim Terios 7-Wonders naik ke rumah pengamatan burung di hutan Taman Nasional Aketajawe Lolobata, Maluku. Mereka naik dengan tanggal tali secara vertikal di pohon yang tingginya setara rumah empat lantai, Senin (17/7/2017).
Para peserta melewati tiga sungai yang dalamnya hingga seperut orang dewasa sehingga sebagian menyeberang menggunakan tali agar tidak terbawa arus.

Meski fisik juga turut ber-offroad layaknya Terios, kesempatan bisa melihat burung-burung liar di taman nasional ini membayar rintangan awal tersebut. Salah satunya ketika melihat burung bidadari.

“Biasanya kelompok burung bidadari muncul sejak fajar menyingsing hingga pukul 09.00 pagi. Uniknya bila mereka sebelumnya bertengger di salah satu dahan (spesifik di dahan, bukan pohon secara keseluruhan), ketika sudah terbang, mereka bakal kembali lagi di dahan yang sama," kata David Kurnia Ahmad, Kepala Resor Taman Nasional Aketajawe Lolobata.


Burung ini pun ibarat sosok yang centil karena pada pagi hari, ada saatnya mereka untuk berpose.

"Saat pukul 07.00-08.00, dia justru ibarat berpose, seperti mengatakan 'goda saya dong'. Setelah itu, dia akan terbang lagi cari makan dan segala macam," tambahnya.

Tim sendiri mengamati burung bidadari dan burung-burung lainnya dengan naik secara vertikal di sebuah pohon yang tingginya lebih kurang setara rumah 4 lantai.

Suku asli

Aketajawe Lolobata rupanya tidak hanya menjadi tempat konservasi flora dan fauna khas Halmahera. Di sini ada juga terdapat masyarakat suku terasing Maluku Utara, Togutil, atau juga dikenal dengan Suku Tobelo Dalam.

Kehidupannya terbilang masih tradisional membuat mereka masih terasing dari dunia luar. Namun, pihak Balai Taman Nasional dan pihak terkait membuka diri dengan keberadaan suku tersebut.

Sejumlah masalah dijadikan fokus, antara lain untuk urusan pendidikan, terutama bagi anak-anak suku ini.

Bukan perkara mudah untuk mengajak anak-anak ini menerima edukasi, sekalipun banyak sekolah umum dari pemerintah. Walau demikian, ada solusi yang dicoba, yakni Etnoschool.

Tim Terios 7-Wonders menyeberangi sungai di Taman Nasional Aketajawe Lolobata Maluku menuju tempat pengamatan burung-burung khas Indonesia Timur, seperti burung bidadari.Astra Daihatsu Motor Tim Terios 7-Wonders menyeberangi sungai di Taman Nasional Aketajawe Lolobata Maluku menuju tempat pengamatan burung-burung khas Indonesia Timur, seperti burung bidadari.

“Alhamdulillah ada program baik dari Universitas Khairun yang mendirikan Etnoschool di sekitar taman nasional sejak tahun 2016 lalu. Upaya memberantas buta huruf dan memberikan edukasi bisa dilakukan di Etnoschool,” kata PA Habibi, staf Taman Nasional Aketajawe Lolobata.

Uniknya, para pengajar bisa siapa saja, mulai dari relawan, mahasiswa, hingga turis.

Waktu belajar pun tidak terpaku dan fleksibel. Pengenalan huruf, angka, cara menulis, dan membaca cerita menjadi bahan ajar di sini.

“Waktu belajar belum pasti memang. Namun, kami mengajak semua pihak untuk memberikan kontribusinya di Etnoschool,” kata Sofyan Ashar, staf promosi Taman Nasional Aketajawe Lolobata.

Tim Terios 7 Wonders pun turut dalam program ini. Meski kecil, tim memberikan bantuan bagi anak-anak di Etnoschool yang diwakili oleh Haga Sembiring, perwakilan dari Astra Daihatsu Motor, selain juga turut menanam pohon mangga di sekitar lokasi untuk penghijauan.

Baca tentang

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau