Jakarta, KompasOtomotif – Bersusah-susah dahulu, akhirnya Dyonisius Beti, Executive Vice President PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing mulai menemukan ritme untuk membuat perusahaan semakin stabil dan menemukan jati diri.
Masa susah dalam krisis moneter [Baca: Kisah Berliku Bos Yamaha Saat Bertahan dalam Keterpurukan] saat pertama kali bergabung dengan Yamaha Indonesia, berhasil dilewati dengan sejumlah langkah cerdas. [Baca: Insting Jitu Dyonisius Beti Sembuhkan Yamaha Indonesia dari Sakit].
Namun itu belum cukup. Untuk berkibar, Yamaha perlu banyak produk baru yang menopang kekuatan. ”Key message-nya, kita harus punya diferensiasi, DNA, dan karakter. Ini yang saya yakini telah membuat Yamaha bangkit di saat krisis,” kata Dyon.
Strategi baru yang berbeda mulai dilakukan Yamaha dengan menekuni ranah sepeda motor otomatik. Dyon bercerita, pertama kali dikenalkan model ini, sangat susah. Sebagian besar konsumen tidak ada yang melirik sepeda motor matik saat dilakukan survei.
Matik
Karena waktu itu Kymco mulai populer, Yamaha nekat terjun di segmen matik dengan Nouvo. Namun, sayang, model ini tidak berhasil mengangkat nama perusahaan dan bersaing.
”Waktu itu pakai Michael Owen sebagai brand ambassador karena sedang demam Piala Dunia. Tapi orang Indonesia ternyata tidak mengidolakannya, atau banyak yang suka pemain Brasil. Akhirnya gak laku, hingga kita kembangkan menjadi Mio,” beber Dyon.
Untuk mendorong model baru ini, Yamaha membidik wanita sebagai penggunanya saat itu. Apalagi, prosentase lady biker tak sampai 13 persen. Dyon berkeyakinan, banyak wanita yang butuh sepeda motor. Namun masalahnya, tidak ada sepeda motor yang sesuai.
Alhasil, Yamaha serius dengan membuat slogan ”Wanita Jangan Mau Ketinggalan”. ”Waktu itu kami melihat banyak wanita mau naik motor, tapi ayah atau kakaknya melarang karena bahaya. Akhirnya cuma diantar. Semangatnya, wanita harus independen,” ungkap Dyon.
Mengemban spirit tersebut, Mio pun booming. Penjualannya naik drastis. Bahkan setelah diservei, pengguna sepeda motor wanita dari 13 persen naik jadi 30 persen.
Rahasia Mio dicintai wanita saat itu karena tongkrongannya pendek, ramping, dan ringan. Apalagi bodi diakomodasi untuk memenuhi kebutuhan. Yamaha pun memperkuat layanan dengan menjamin servis lewat SMS atau telepon saat pengendara ada masalah. Ini yang membuat wanita percaya beli Mio.
Pelajaran lain
Pelajaran berharga lain yang harus ditelan Dyon dan Yamaha adalah saat meluncurkan Jupiter. Saat itu, warna daytona atau oranye yang sangat digemari di Jepang, ternyata tidak laku. Bahkan sampai Yamaha Indonesia menggarapnya dengan iklan bernuansa matrix seperti dalam film.
”Orang Indonesia tidak suka, karena warna oranye identik dengan kantor pos. Jadi, untuk memasarkan sesuatu, kita harus paham benar dengan banyak hal, termasuk mitos hingga budaya. Di pasar lain baik, tapi di Indonesia bisa tidak sukses,” terang Dyon.
Melalui perjuangan panjang, mulai 1997, lalu naik pada 2002 dan 2003, hingga sukses sejak 2006, Yamaha Indonesia mengalami transformasi. Tidak mudah melaluinya, meski harus meninggalkan paradigma production oriented menuju costumer oriented.
Teknologi tetap penting, namun yang lebih penting adalah konsumen semakin friendly dengan teknologi itu. Ikuti momen-momen yang membuat Dyon begitu bahagia, hingga cita-cita yang saat ini belum direngkuh di sekuel berikutnya. BERSAMBUNG.
Kisah Lainnya:
Melawan Takdir sebagai Anak Pedagang
Pengalaman Di-"bully" Gembleng Dyon Jadi Bos Yamaha