JAKARTA, KOMPAS.com – Insentif fiskal berupa diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dipercaya jadi cara singkat untuk meningkatkan kembali pasar otomotif.
Seperti diketahui, pada 2021-2022, terjadi lonjakan penjualan mobil yang dipengaruhi oleh implementasi program Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) alias diskon PPnBM.
Berdasarkan kajian dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI, penyebab tren negatif penjualan mobil di Indonesia dipengaruhi penurunan daya beli masyarakat.
Baca juga: Segini Biaya Tol dari Bogor ke Cikampek via Tol Cimanggis-Cibitung
Pada saat yang sama, harga mobil yang cenderung naik tiap tahun tapi tidak dibarengi dengan peningkatan pendapatan per kapita.
Solusi jangka pendek, menurut Peneliti Senior LPEM FEB UI Riyanto, pemerintah perlu memberi stimulus fiskal agar kelompok upper middle yang hampir masuk kategori makmur saat ini, dapat membeli mobil baru.
"Sudah sangat proven pemberian insentif fiskal mampu meningkatkan penjualan," ujar Riyanto saat ditemui di Jakarta, belum lama ini.
Baca juga: Tol Cimanggis-Cibitung Macet karena 2 Kali Tapping, Ini Alasannya
Sementara itu, anggapan bahwa kebijakan diskon PPnBM hanya menguntungkan orang kaya menurutnya tidak tepat.
Kebijakan khusus untuk menstimulus industri otomotif ini juga bisa berdampak pada kelas menengah dan pekerja.
"Sekarang isunya, kalau memberikan insentif fiskal, ini kan mungkin dipakai orang kaya. Itu isu yang sering berkembang," ucap Riyanto.
Baca juga: Transmisi Mobil Matik Bunyi Jedug Saat Dipindah, Ini Peyebabnya
"Jangan salah, industri mobil itu, komponen lokalnya, terutama yang LCGC itu sudah 80 persen. Itu jejaring supply chain daripada industri mobil kita sudah sampai UMKM," kata dia.
Menurut Riyanto, saat kelesuan sektor otomotif tidak didukung dengan langkah tepat bisa berpotensi mengganggu ekonomi masyarakat luas.
"Jadi sebenarnya, stimulus itu juga bermanfaat terutama UMKM, mereka mempekerjakan pekerja yang, membutuhkan kenaikan income, jadi sama-sama masyarakat kita juga," kata Riyanto.
"Sebenarnya yang menikmati ini konsumen bukan produsen. Stimulus harga ini dibebankan ke konsumen, sehingga kalau diberikan stimulus, jadi lebih ringan," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.