JAKARTA, KOMPAS.com - Pencemaran udara menjadi isu yang terus diangkat belakangan ini. Pemerintah bahkan sampai menggelar razia uji emisi untuk mengendalikan pencemaran udara yang dihasilkan oleh kendaraan.
Namun, belum lama dilaksanakan, kebijakan tersebut dihentikan dengan alasan kurang efektif. Selain itu, disebutkan juga bahwa ada kurangnya koordinasi antar instansi.
Heri Permana, Kepala Seksi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (PPKL DLH) DKI Jakarta, mengatakan, ada tiga alasan tilang uji emisi dihentikan, yakni keterbatasan jumlah personel, terlalu memakan waktu, keterbatasan jumlah alat, dan instrumen pendataan belum memadai.
Baca juga: Tilang Uji Emisi Dibatalkan meski Kepatuhan Uji Emisi Rendah
Sebelumnya, Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto, mengatakan, pihaknya berencana menerapkan lulus uji emisi sebagai persyaratan untuk memperpanjang Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) pada akhir 2023.
"Ke depan, khususnya untuk kendaraan bermotor roda empat, semuanya harus sudah lulus uji emisi baru bisa (perpanjang STNK). Target kami, insya Allah di akhir tahun ini bisa mulai kami terapkan untuk perpanjangan kendaraan itu harus sudah lulus uji emisi," kata Asep, kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Menurut pengamat masalah transportasi dan hukum, Budiyanto, respons dan tanggung jawab pemerintah dalam melakukan upaya perlu diberikan apresiasi. Tapi, tetap harus mengacu pada regulasi dan jangan bertabrakan dengan aturan lain yang lebih tinggi.
"Masalah emisi gas kendaraan bermotor dan persyaratan perpanjangan STNK sudah diatur dalam Undang-Undang Lalu lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) dan aturan turunannya," ujar Budiyanto, kepada Kompas.com, belum lama ini.
Baca juga: 3 Alasan Utama Tilang Uji Emisi Kendaraan di Jakarta Dihentikan
Pada Pasal 48 ayat 3 huruf a, disebutkan bahwa persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditentukan oleh kinerja minimal kendaraan bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas emisi gas buang.
Ketentuan pidananya diatur dalam pasal 285 ayat 1, untuk sepeda motor pidana kurungan 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250.000. Ketentuan untuk kendaraan roda empat atau lebih diatur dalam pasal 286, yakni pidana kurungan 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
"Pasal yang mengatur tentang persyaratan penerbitan dan perpanjangan STNK sudah diatur dalam pasal 66 UU 22 Nomor 2009 dan Perkap 7 Tahun 2021 tentang Registrasi dan Identifikasi," kata Budiyanto.
"Kemudian di dalam Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tentang hierarki bahwa aturan di bawah tidak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya," ujarnya.
Sehingga, menurut Budiyanto, dengan adanya rencana atau wacana pemberlakuan denda pencemaran udara dan lolos uji emisi sebagai syarat perpanjangan STNK, perlu dikaji secara mendalam dari beberapa aspek, seperti aspek yuridis, ekonomi, sosial, dan aspek aspek lainnya.
"Kebijakan yang tidak pas dapat menimbulkan keresahan masyarakat, nilai keekonomian, konsekuensi hukum, dan lain-lain," kata Budiyanto.
Namun, dengan adanya kebijakan lulus uji emisi sebagai persyaratan perpanjangan STNK, tidak menutup kemungkinan nantinya kendaraan bermotor yang tidak lulus uji emisi jadi dijual ke luar Jakarta.
Apabila hal tersebut sampai terjadi, maka pendapatan daerah DKI Jakarta tentu akan berkurang. Padahal, menurut data dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) menjadi sumber pendapatan yang terbesar.