Bangkok, KOMPAS.com – Era kendaraan dengan sistem elektrifikasi memang lagi membahana di seluruh belahan dunia. Beragam isu digulirkan guna mendukungnya, terutama polusi udara dan penghematan sumber daya alam yang semakin menipis. Alasan ini juga yang kemudian membuat tiap negara berlomba-lomba menciptakan ekosistem yang nyaman bagi pengembangan kendaraan listrik.
Kalau bicara soal ambisi China yang bertekad menjadi poros kendaraan listrik di dunia, memang sudah dilakukan, dan mulai terlihat beragam arah kebijakan ke sana. Amerika Serikat, pasar otomotif terbesar kedua di dunia, sudah punya Tesla yang mengguncang persaingan di segmen mobil premium lewat mobil listriknya.
Lantas bagaimana dengan Indonesia?
Mengutip Peraturan Presiden No 22 Tahun 2017, tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Isinya, fokus untuk mendorong pihak-pihak kunci untuk memenuhi target penurunan polusi udara dan ketergantungan pada bahan bakar fosil. Salah satunya, adalah merekayasa kebijakan di sektor transportasi, termasuk otomotif di dalamnya.
Baca juga : Masih Banyak Pertanyaan Buat Regulasi Mobil Listrik
Dalam regulasi itu, pemerintah menargetkan pengembangan kendaraan bertenaga listrik atau hibrida pada 2025, akan mencapai populasi 2.200 unit untuk mobil dan 2,1 juta unit sepeda motor. Tetapi, belum ada kerangka kebijakan soal mekanisme pengembangan kendaraan hibrida dan listrik di Indonesia, seperti apa.
Sebagai negara dengan pasar otomotif terbesar di ASEAN, tentu Indonesia punya kepentingan yang besar sebagai lokasi pengembangan kendaraan listrik. Jangan sampai, nantinya hanya menjadi pasar dari negara-negara ambisius lain yang gencar menggulirkan beragam kebijakan mobil listrik.
Namun, sampai sekarang, regulasi yang dijanjikan awal Januari 2018 kelar itu, belum juga resmi keluar. Sekarang, sambil menunggu regulasi yang akan dikeluarkan pemerintah Indonesia, ada baiknya membandingkan tiga negara berkembang yang kondisinya mirip-mirip dengan Indonesia. Kesimpulan ini coba KOMPAS.com rangkum, lewat berbagai pemberitaan di media dan beberapa sumber internal agen pemegang merek (APM) di Indonesia.
Pertama Thailand. Pemerintah negara dengan kemampuan produksi otomotif terbesar di ASEAN ini punya target yang masif. Pada 2018, Thailand mengejar mendirikan 100 stasiun pengisian baterai (charging station). Kita bicara charging station yang idel di sini, bukan sekedar tiang listrik yang kemudian diberikan colokan dan meteran listrik.
Baca juga : Mobil Listrik Mitsubishi Dites Menperin Akhir Tahun
Para 2038, Thailand menargetkan jumlah populasi kendaraan hibrida dan listrik, mencapai 1,2 juta unit. Guna mencapai target ini, persiapan sudah dilakukan pemerintah Thailand, dalam bentuk kebijakan dan kondisi update saat ini, berikut ini:
- Target investasi 600 miliar baht setara Rp 255,8 triliun pada 2017 khusus untuk pengembangan proyek kendaraan hibrida dan listrik.
- Memperbolehkan 100 persen kepemilikan lokal.
- Membebaskan keharusan penyerapan konten lokal (komponen) dan kewajiban ekspor kendaraan.
- Membebaskan transaksi menggunakan nilai mata uang asing.
- Memberikan tax holiday (pembebasan pajak) pada Pajak Penghasilan Perusahaan. Penurunan impor duty (bea masuk) untuk barang modal (permesinan), bahan baku mentah. Khusus untuk impor bahan baku mentah yang nantinya mau diekspor, bebas pajak sama sekali.
Baca juga : Apakah Mobil Listrik Benar-benar Ramah Lingkungan?
Kedua, Malaysia. Pemerintah Malaysia juga punya ambisi besar dalam turut serta mengembangkan industri kendaraan listrik di negaranya. Pada 2020, Malaysia menargetkan total populasi mobil listrik mencapai 100.000 unit, 100.000 unit sepeda motor, 2.000 unit bus, dan punya 125.000 unit charging station. Guna mengejar ambisi ini, ada dua kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Malaysia, yaitu:
- Pinjaman lunak senilai 7 miliar ringgit atau Rp 24,1 triliun yang bisa dimanfaatkan perusahaan manapun yang mau mengembangkan industri kendaraan listrik di Malaysia.
- Tax holiday alias pembebasan pajak untuk perusahaan otomotif yang mau merakit lokal mobil hibrida dan listrik di Malaysia.
Negara ketiga yang bisa dijadikan contoh yang lagi gencar mengembangkan industri kendaraan listrik di dunia, adalah India. Sebagai pasar otomotif terbesar kedua di Asia, setelah China, negara ini punya kebutuhan strategis. Pemerintah India mengeluarkan kebijakan National Electric Mobility Mission Plan (NEMMP), sejak 2013. Targetnya, pada 2020, produksi mobil hibrida dan listrik mencapai 6 juta-7 juta unit, dengan level teknologi tertentu. Lantas rencana yang disusun:
- Program percepatan pembangunan industri otomotif berbasis listrik, dalam kerangka Faster Adoption and Manufacturing Electric/Hybrid Vehicle (FAME) keluar sejak 2015.
- Menargetkan 53 kota dengan populasi 1 juta jiwa lebih (konsensus 2011) mengadopsi industri kendaraan hibrida dan listrik.
- Kota besar di sebelah utara India dan kota kecil di sekitarnya.
- Memberikan insentif kepada pembeli (konsumen) ke beberapa segmen kendaraan listrik, mulai dari skuter, sepeda motor, auto rickshaw (bajaj), mobil, kendaraan niaga ringan, dan bus.
Pada artikel selanjutnya, KOMPAS.com, akan membahas apa saja yang sudah berhasil dicapai oleh ketiga negara tetangga tersebut dalam mengembangkan industri kendaraan hibrida dan listrik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.