KOMPAS.com - Siapa yang tak menyangka kalau dunia digital merasuk begitu cepat ke dalam kehidupan di masa milenial. Penemuan komputer pada sekitar 1980 langsung membuat mesin ketik, perlahan tetapi pasti, menjadi barang rongsokan di gudang.
Digitalisasi yang mengubah kerja manual menjadi kerja terintegrasi dalam sentuhan jari lantas mendapatkan momentumnya tatkala internet menjadi kelaziman di hampir seluruh muka Bumi.
Tak lekang dalam ingatan ketika pada 1992, European Laboratory for Particle Physics merilis World Wide Web atau yang karib dikenal banyak khalayak sebagai WWW.
Dari situlah, masyarakat banyak menggunakan suatu protokol sistem distribusi informasi di internet yang memungkinkan para anggotanya yang tersebar di seluruh dunia saling membagi informasi dengan begitu mudah. Tak cuma itu, para anggota bahkan bisa menampilkan informasi dalam bentuk grafik.
Di masa tahun 2.000-an, telepon seluler pintar atawa smartphone adalah perwujudan paling kentara bahwa pengelolaan informasi termasuk penyebaran berikut kemudahannya adalah hal yang paling mewarnai kehidupan manusia sejagat, termasuk di bidang bisnis.
Istilah kata, digitalisasi adalah keniscayaan. Di balik keniscayaan itu, ada pesan kuat tersirat bahwa barang siapa yang tak terlibat digitalisasi akan tergilas.
Dinamis
Mari menyimak catatan dari laman Otoritas Jasa Keuangan pada 25 Juli 2017 silam. Kala itu, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (IKNB OJK) Edy Setiadi melontarkan gagasan bahwa industri asuransi juga harus segera ikut ambil bagian dalam digitalisasi.
"Tren model bisnis asuransi bergeser dari konvensional ke digital. Perubahan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sangat dinamis," tutur Edy Setiadi.
Lebih lanjut, Edy menerangkan bahwa fenomena masuknya industri asuransi ke era digital tak terelakkan.
"Itu sudah menjadi tuntutan zaman," ujarnya.
Lagi-lagi, Edy memberikan contoh bahwa tren pemasaran asuransi pun bergeser ke internet atau portal dan aplikasi dalam jaringan (daring) atau online.
"Maka dari itulah, kami akan bertemu para pelaku bisnis di bidang asuransi untuk membahas, kira-kira regulasi seperti apa yang cocok diterapkan,” tuturnya.
Sejenak menyitir catatan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) setahun silam. Menurut lembaga itu, pengaduan konsumen terhadap layanan asuransi menduduki peringkat ketujuh dengan 32 kasus.
Pada kenyataannya, lalu, mengurus klaim asuransi adalah tumpukan keharusan bagi konsumen yang mengharuskan mereka bolak-balik ke kantor perusahaan asuransi.
Bayangkan, berapa ongkos yang harus ditanggung konsumen apabila cara-cara macam itu terus bertahan?
Berangkat dari situlah, kemudahan berasuransi mulai dari membeli polis hingga pembayaran klaim makin hari makin menjadi dambaan untuk masuk fase digitalisasi. Termasuk di sini adalah asuransi yang berurusan dengan kendaraan bermotor.
Di masa sekarang, membeli asuransi secara daring (online), kemudahan memilih lokasi klaim, gampangnya memantau status klaim, hingga kemudahan antar jemput kendaraan sudah menjadi satu kesatuan. Semua bisa dilakukan melalui layanan Garda Oto Digital.
Baca: Digitalisasi, Wujud Kekinian Bisnis Asuransi
Transformasi di bidang digital semacam itu, yang menakjubkan, bisa dilakukan dalam sentuhan jari, di mana saja dan kapan saja.
Kesempatan emas pun dengan demikian ada di tangan konsumen. Lantas, pada sisi berikutnya, kemampuan menjawab tantangan dunia modern melalui digitalisasi, menurut istilah generasi milenial, menjadikan perusahaan asuransi boleh mendapat label kekinian asuransi "zaman now".