Jakarta, KompasOtomtotif – Terbitnya Perpres nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), seolah menembus kebuntuan yang selama ini belum bisa tergambar, terkait masa depan industri otomotif Tanah Air.
Selain rekomendasi program dan rumusan kegiatan yang harus dilakukan, Perpres juga menunjuk koordinator (Kelembagaan), hingga periode kegiatan dalam Matrik Program RUEN. Ini menjawab pertanyaan mengenai kelahiran program Low Carbon Emission (LCE) atau kelanjutan dari KBH2.
Tercantum di lampiran halaman 66, dalam program percepatan pemanfaatan tenaga listrik untuk penggerak kendaraan berrnotor, Kementerian Perindustrian yang ditunjuk sebagai koordinator, diharapkan bisa menelurkan instrumen berupa Permen terkait pengembangan usaha kendaraan bermotor listrik.
Baca juga : Presiden Jokowi Keluarkan Payung Hukum “Hybrid” di Indonesia
Jangka waktu penyusunan peraturan terkait percepatan pemanfaatan tersebut, dimulai dari 2016 dan berakhir pada 2019. Sementara untuk kendaraan mesin hibrida dimulai dari 2019 sampai 2025. Berarti mulai tahun 2019, Indonesia sudah memasuki babak baru industri otomotif.
Penyusunan kebijakan insentif fiskal untuk produksi mobil atau sepeda motor listrik juga dituntut untuk jalan beriringan, di mana diharapkan bakal lahir pada 2019. Jadi tidak lagi alasan untuk menunda atau membuat masa depan industri otomotif Indonesia “ngambang”.
Insentif yang diberikan untuk mobil dan sepeda motor listrik, juga bisa merangsang demand, karena harga jual yang bisa menjadi lebih terjangkau, dibanding dengan harga sebelumnya.
Kekhawatiran konsumen dan produsen kendaraan juga terjawab terkait infrastruktur (charging station). Perpres juga mendorong Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, untuk membangun secara bertahap sistem dan Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU), sebanyak 1.000 unit sampai 2025.