Jakarta, KompasOtomotif – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendapat tekanan untuk segera membuktikan dugaan kartel yang dilakukan oleh Yamaha dan Honda. Kritikan datang justru dari mantan anggota KPPU.
Faisal Basri, pengamat ekonomi dari Universtitas Indonesia yang pernah menjadi komisioner KPPU pada 2000 – 2006 menjelaskan indikasi KPPU belum punya bukti kuat. Ada beberapa hal yang dikatakan janggal sebagai pendukung kartel.
“Kartel itu, hasilnya menciptakan proses menghaluskan yang tadinya volatile (tidak stabil). Buat apa bikin kartel kalau pasarnya tidak bisa dikendalikan,” kata Faisal, dalam acara Diskusi Pasang Surut Industri Otomotif di Jakarta, Kamis (22/12/2016).
Situasi dalam kondisi kartel, lanjut Faisal, inovasi tidak jalan. Alasannya, kartel seharusnya bisa mendikte pasar jadi tidak perlu inovasi karena butuh biaya tinggi.
Faisal juga menyinggung keterangan dari KPPU tentang adanya pertemuan golf antara para petinggi Yamaha dan Honda. “Tidak mungkin kartel itu berunding setelah kejadian. Kalau dalam kasus ini dugaan kartel duluan, main golfnya belakangan,” lanjut Faisal.
Guru Besar Hukum Bisnis dari Universitas Nindyo Pramono yang duduk di sebelah Faisal menambahkan, KPPU harus membuktikan ada perjanjian sebagai dasar kartel. Jika ada barulah bisa ditentukan dilanjutkan ke persidangan atau tidak.
“Buktikan dulu ada perjanjian, konteksnya sah atau tidak. Kalau ternyata sah tapi melanggar undang-undang monopoli baru bisa ditindak lebih lanjut,” kata Nindyo.
Kelebihan untung
Hal lain yang dirasa tidak tepat adalah materi excessive profit dari KPPU. “Dalam khasanah persaingan, kecuali di Eropa, tidak dikenal istilah excessive profit karena di industri manufaktur tidak ada istilah itu. Artinya untung yang berlebihan, itu terrgantung perkembangan,” kata Faisal.
Masih banyak hal lain yang bisa ditengarai sebagai salah diagnosa, ungkap Faisal. Dikatakan seperti membangun rumah, pondasinya masih sangat lemah.
“Pedih hati saya jadi saksi ahli di KPPU karena saya bekas KPPU kan. Tapi ini adalah cara untuk apa yang saya sebut sebagai, maaf kalau agak kasar, kesewenang-wenangan. Harus hati-hati karena ini implikasinya berat sekali, bisa tidak ada investasi lagi,” ucap Faisal.
“Tolong, karena ini adalah isu yang istilahnya tidak tangkap tangan, pembuktiannya harus jelas,” katanya lagi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.