Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkenalkan, “The Iron Lady” Widyawati dari Toyota Indonesia

Kompas.com - 22/04/2016, 21:29 WIB

Jakarta, KompasOtomotif – Julukan wanita bermental baja (the iron lady) kerap melekat pada dirinya setelah berkarir lebih dari dua dekade di PT Toyota Astra Motor (TAM). Bekerja di perusahaan multi-nasional dengan prinsipal asing, kerap menuntut seseorang bekerja di atas 100 persen dari kemampuannya.

Adalah Widyawati, Deputy Director Customer First, salah seorang wanita yang punya karir menjanjikan di Toyota. Sosoknya yang murah senyum dan cepat akrab dengan para pewarta membuatnya mudah dikenali orang. Perjuangan hidupnya seolah mencerminkan semangat Kartini yang tidak pernah mau menyerah pada keadaan yang membelenggu.

Ibu satu anak ini mengaku tidak pernah mengejar karir selama bekerja di Toyota. Satu-satunya kata-kata filosofis yang kerap dipegang selama bekerja diperoleh dari kedua orang tuanya.

“Orang tua aku selalu bilang, kalau bekerja itu yang perlu dilakukan hanya memberikan hasil sebaik-baiknya. Jangan pernah mengejar karir, karena itu rezeki. Rezeki yang kasih Tuhan dan belum tentu posisi tinggi itu membuat kita lebih bahagia,” ucap Mbak Wied, begitu ia akrab disapa, saat berbincang santai dengan KompasOtomotif, Jumat (22/4/2016).

Wanita berdarah Salatiga, Jawa Tengah ini, merupakan bungsu dari empat bersaudara. Usia anak-anak hingga remaja dihabiskan di kampung halaman. Setelah lulus dari SMA, Widyawati kemudian terdaftar sebagai salah satu peserta Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) di Institut Pertanian Bogor (IPB). Melanjutkan jenjang pendidikan di jurusan Teknik Industri Pertanian dan lulus Juli 1993.

Hanya berselang beberapa bulan, Widyawati remaja memulai karirnya bergabung dengan TAM pada September 1993. Sejak saat itu juga, ia menunjukkan sinarnya di dalam perusahaan otomotif terbesar di Indonesia itu.  

Jabatan manajer berhasil diperolehnya pada 1999. Pada saat itu juga, Widyawati tengah melanjutkan jenjang pendidikannya di dunia bisnis dengan mengambil S2 di Prasetiya Mulya jurusan International Bussiness and Manajement (1998-2000) dan berhasil menjadi lulusan terbaik dalam satu angkatan.

“Waktu lulus dari IPB nilainya biasa-biasa saja, IPK-nya Cuma 3,06. Tetapi  waktu di Prasetiya Mulya dapat predikat lulusan terbaik, dengan IPK 3,89. Aku sengaja mengambil jurusan International Bussiness untuk menopang pekerjaan aku di TAM, melengkapi background yang aku belum punya di pendidikan aku sebelumnya,” ucap Widyawati.

Keluarga Jadi Prioritas

Menjadi seorang wakil direktur di perusahaan besar bukan pekerjaan yang mudah. Waktu bisa terasa sangat singkat dalam sehari. Jadwal meeting yang ketat dan tanggung jawab yang besar kerap menyita waktu, sehingga kualitas bersama keluarga jadi berkurang. Tetapi, alasan itu tidak berlaku bagi Widyawati yang masih menyempatkan diri menjabat sebagai “Class Mom” di kelas SMP putra keakungannya, Farrel.

“Jadi kalau ada acara, tugasnya Class Mom itu menghimpun para ibu-ibu dari anak-anak satu kelas itu untuk ikut berpartisipasi. Setiap hari, Farrel itu pulang sekolah jam 16.30. Setiap pukul 17.00, aku pasti selalu menelepon anakku, untuk bicara, apa saja dibahas dalam obrolan santai,” ucap wanita berusia 46 tahun ini.

 

IST Widyawati tetap menjaga keluarga sebagai prioritas utama.
Wanita kelahiran Salatiga, 8 Mei 1969 ini, juga tidak pernah kekurangan waktu untuk membantu putranya dalam mata pelajaran di sekolah. Setiap ada permasalahan pelajaran yang dihadapi anak, Widyawati siap memberikan penjelasan. Bahkan, efektivitas pengajaran dianggap lebih cocok oleh sang anak, ketimbang ikut les tambahan atau memanggil guru pirvat ke rumah.

 Salah satu cara untuk menjaga hubungan berkualitas dengan anak, kata Widyawati, adalah dengan menjaga perasaan hati. Pastikan suasana hati selalu menyenangkan jika sedang menghabiskan waktu bersama anak, dengan demikian, hubungan baik bisa tetap terbina.

“Aku selalu menjaga suasana hati itu senang ketika berjumpa dengan anak, sehingga tidak mudah marah. Sebelum tidur, kami biasanya punya waktu berdua untuk sesi curhat. Untungnya anakku itu sangat terbuka dan menganggap aku sebagai sehabatnya, jadi semuanya diceritakan. Aku juga suka cerita soal keseharian di kantor sama anak, jadi saling berbagi,” kata Widyawati.

Ujian Berat

Dalam hidup, setiap manusia selalu mendapat ujian terberat dalam perjalanannya, tak terkecuali Widyawati. Berita buruk ini datang ketika wanita bertubuh mungil ini merasakan ada perubahan pada tubuhnya. Pada 2014, vonis dokter kemudian memastikan kalau Widyawati mengidap kanker payudara dengan status stadium 2-B.

“Ketika tervonis, aku kaget. Tetapi tidak sampai menangis. Memang di keluarga ada riwayat, jadi penyakit ini ada karena faktor keturunan. Salah satu yang sempat bikin shock itu, adalah dokter di sini (Indonesia). Stigma kalau kanker itu tidak bisa disembuhkan membuat suasana sakit ini jadi negatif, makannya aku pindah ke Singapura,” ucap Widyawati.

Salah satu faktor utama bagi seorang pasien kanker untuk bisa bertahan dan sembuh adalah suasana hati yang positif. Dengan alasan ini juga, ketika Widyawati yang kala itu sudah menjabat sebagai General Manager, melapor kepada atasannya dan mendapatkan kesenjangan untuk waktu penyembuhan.

“Tetapi, apa yang aku minta kepada atasanku waktu itu, bukan cuti atau libur, tetapi tambahan pekerjaan. Supaya tidak kepikiran terus dan terstimulus untuk tetap positif lewat pekerjaan,” ucap Widyawati.

Sebagai tahap awal, Widyawati kemudian memilih pengobatan herbal dan berhasil mendapatkan kalau sel kanker yang ada pada tubuhnya berhenti tumbuh. Tetapi, untuk menghilangkan sel kanker dari tubuh manusia, butuh pengobatan medis.

Guna menghindari budaya negatif soal kanker yang sudah dialami Widyawati selama berobat di Indonesia. Serta, dengan dukungan perusahaan, maka proses penyembuhan lanjutan dilakukan di Singapura. Negara ini dipilih karena para dokter sangat menjaga suasana hati pasiennya, terutama penyakin kanker.

“Mereka bisa membuat kita tenang. Buktinya, dalam 12 fase tahapan kemo (chemotherapy) di awal, dokter sengaja tidak mengatakan kalau itu merupakan bagian yang berat. Karena aku anggap biasa-biasa saja, aku menjalaninya biasa saja. Bahkan sempat sempat ikut konferensi segala di Bangkok. Memang sempat ada mual-mual sedikit, tetapi masih bisa diatasi,” ucap Widyawati.

Widyawati juga sengaja selalu sendiri ketika harus melakukan perawatan di Singapura, tanpa ditemani siapapun, anak atau keluarga. Semua ini dilakukan supaya tidak mendapatkan kesan istimewa, penyakit ini berbahaya, atau semacamnya. Lewat perilaku ini, suasana positif dalam hati bisa tetap terjaga dan proses penyembuhan masih dilaluinya.

Terbukti, sel kanker yang ada dalam tubuhnya kini sudah berhasil diangkat dan tidak tersisa lagi. Kini, Widyawati tinggal menjalani beberapa kali proses penyembuhan lanjutan, sampai akhirnya bisa mendapat status sembuh total dari salah satu penyakit yang mematikan itu.

“Juni nanti menjadi perawatan terakhir saya di Singapura, mudah-mudahan berjalan lancar. Sebenarnya kekuatan utama aku bisa bertahan selama ini adalah anakku. Aku pingin mendampingi dia selama mungkin, untuk melakukan itu aku musti sembuh dan harus,” kata Widyawati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com