Matanya menerawang saat ditanya sejak kapan mengasah bakatnya menjadi sales andal sehingga kini mengantarkannya menjadi Managing Director PT Ford Motor Indonesia. Tak butuh waktu lama baginya untuk mengingat masa lalunya. Cerita kisah pengalamannya masa kecil meluncur deras dari mulutnya dalam perbincangan santai dengan Kompas.comdi Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Bagus yakin bakat menjadi sales sudah dimilikinya sejak kecil. Kisah menjadi penjual sedotan saat duduk di kelas 3 sekolah dasar di Tanggul, Jember, sekitar tahun 1983-1984 itu pun sangat membekas di kepalanya.
"Jadi ceritanya, papaku jualan sarung dan jarik. Nah, ada orang yang nitip sedotan ditaruh di rumah. Sedotan berapa sih harganya? Lalu saya lihat. Ini apaan sedotan, berapa harganya? Segitu. Ya udah sini saya bawa," kata dia.
Ia pun membawa bungkusan sedotan yang teronggok di rumah. Naik sepeda onthel, Bagus mendatangi depot-depot penjual es. Tak dinyana, cukup berkeliling seharian, Bagus berhasil menjual habis barang yang sebelumnya hampir tak tersentuh.
Dari situlah, kepercayaan dirinya tumbuh. Tidak hanya sedotan, Bagus juga mencoba menerapkan bakatnya untuk menjajakan barang-barang lainnya.
"Terpaksa, jujur saja," kata Bagus. Ia mengakui keadaan ekonomi keluarganya saat itu yang mendorongnya ikut membantu memenuhi biaya kebutuhan sehari-hari.
Saya kelas 1 SMP, ia memilih mengisi liburan dengan berjualan jeruk dan menjadi penyemir sepatu di Gang Dolly, kompleks pelacuran yang tak jauh dari rumahnya di Jalan Banyu Urip, Surabaya. Tak tahan berjualan di Gang Dolly karena lingkungan yang negatif, tanpa perlu malu ia beralih menjual jeruk dari rumah ke rumah.
"Jadi balik lagi, loe mau 'bayar' apa enggak, keberanian, nekat, enggak malu. Yang saya pikirin itu, karena sudah miskin, apa yang saya lakukan tidak akan membuat saya lebih miskin. Jadi pilihannya naik terus," kata Bagus.
Saat duduk di bangku SMA, Bagus tidak meninggalkan rutinitas berjualannya. Ia membantu keluarganya berjualan kain.
"Kebetulan ayah saya itu salesman kain dan saya suka membantu kalau libur. Suka ikut jualan kain. Karena Sabtu dan Minggu jadi uang makannya lumayan nilainya," ujar Bagus.
Bahkan karena dianggap pintar berjualan, Bagus sempat ditawari majikan ayahnya untuk bekerja di toko kainnya. Namun, Bagus menolak.
"Aku mikir. Niatku kuliah itu tinggi. Saya mikir, satu-satunya jalan saya keluar dari kemelut kemiskinan hanya melalui pendidikan," kata Bagus.
Maka, menjelang kelulusan SMA, Bagus mendaftarkan diri untuk mendapatkan beasiswa pendidikan kerja yang menawarkan sekolah bebas biaya bahkan mendapat uang saku. Setelah mengikuti rangkaian proses, tinggal tes terakhir wawancara di Jakarta harus dia lalui.
Sementara itu, dia juga sedang menunggu kelulusan ujian masuk perguruan tinggi. Apalagi, ia memperkirakan kemungkinan besar lolos ke perguruan tinggi yang diincarnya.
Di sinilah Bagus harus memilih jalan yang kelak mengantarkannya menduduki jabatan Sales and Marketing Director Ford Motor Indonesia sebelum menjabat Managing Director.
Apa pilihan yang akhirnya diambil Bagus? Ikuti lanjutan kisah perjuangannya meraih kesuksesan di artikel berikutnya.
Baca juga:
- Mau Sukses Harus Berani "Bayar"...
- Dulu Penyemir Sepatu di Gang Dolly, Kini Managing Director Ford