Jakarta, KompasOtomotif – Drfiting salah satu cabang motorsport yang punya banyak daya pikat tersendiri dan mampu menarik minat penonton. Raungan mesin bertenaga dahsyat, deru decitan ban saat disiksa dengan aspal, kepulan asap saat adu kebut, serta tampang mobil sangar, merupakan sajian yang mantap untuk ditonton. Namun dibalik itu semua kompetisi motorsport pasti ada regulasi yang menyertainya.
Kemasan event kompetisi drift diakui belum sempurna. “Kita memang masih banyak kekurangan, di sini kita jual sesuatu buat ditonton dan ada unsur adrenalin. Belum bisa bikin seperti reli yang pakai regulasi FIA. Misalnya kalau bertanding harus pakai bemper, kalau tidak bagaimana, ini kan menyangkut masalah safety juga,” ucap Donny SQ, Kabid Olahraga IMI Jakarta, kepada KompasOtomotif, di sela Kejurnas Drifting 2013, Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (22/12/2013).
Peraturan di Kejuaraan Nasional (Kejurnas) terus dikembangkan dari gelaran sebelumnya, sekarang semua mobil wajib menggunakan roll cage, bucket seat, safety belt. Doni mengatakan nantinya peraturan seperti ini pasti ditingkatkan di Kejurnas selanjutnya.
Evolusi
Masalah penampilan mobil balap seperti disisihkan dari gelaran drift. Salah satu indikatornya banyak pebalap yang turun terkesan dengan kondisi apa adanya. Dalam kompetisi, satu mobil pebalap dipakai berulang-ulang, padahal sekali run mobil bisa saja bersentuhan dengan tembok pembatas, ataupun dengan mobil konstestan lain. Hasilnya, bukan tidak mungkin mobil terus dipakai walau tanpa bemper.
Atlet motorsport kawakan, Rifat Sungkar, menjelaskan kondisi olahraga drift di Indonesia masih dalam tahap awal evolusi. “Iklimnya sekarang serupa dengan kondisi Jepang, 10 tahun yang lalu. Tampang mobil-mobil pesertanya mirip, dulu bahkan di sana kalau tanding ada yang tidak pakai kap mesin,” ujar Rifat.
Dana menjadi alasan utama, belum banyak orang yang percaya untuk investasi di dunia drfit, sebab ajang kompetisi juga masih timbul-tenggelam. “Mau ngapain investasi besar-besaran, toh nantinya juga pasti jedot (tabrakan) lalu berantakan. Di tempat yang sudah profesional, contohnya Daigo Saito, ketika tabrakan dia punya lima bemper pengganti, nah kalau di sini siapa yang mau ongkosin?” celoteh Rifat.
Ditambahkan lagi, selain dana, ada dua masalah yang menyebabkan pebalap kurang memperhatikan masalah penampilan. Pertama, Drift dianggap sebagai olahraga yang bisa digemari oleh segala umur, artinya bisa juga memiliki standar selera yang berbeda-beda. Kiblatnya ada yang Inggris, Amerika, Melayu, Jepang, dan segala macam. Kedua, drift masih baru di Indonesia, orang-orang yang menggeluti dunia ini juga belum profesional, artinya peluang terjadi sesuatu belum dipikirkan.
Drift akrab dengan gengsi, maka ada kebanggaan saat bisa tampil beda dengan yang lainnya, selain itu juga agar terus kompetitif. Salah satu yang ditekankan Rifat, kalau mau jadi profesional resikonya memang harus banyak mengeluarkan biaya.
“Sekarang drift Indonesia sudah jauh lebih baik dari dua tahun lalu. Kita masih dalam tahap awal perkembangan, kalau ini terus disokong, maka saya yakin arahnya pasti lebih bagus,” tutup Rifat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.