JAKARTA, KOMPAS.com – Keselamatan harus selalu menjadi prioritas utama bagi setiap pengendara. Namun, ada kalanya beberapa individu menunjukkan perilaku yang sangat berisiko, seperti menerobos palang pintu kereta api saat kereta akan melintas.
Kejadian ini tentu sangat membahayakan, tidak hanya bagi pengendara itu sendiri, tetapi juga bagi penumpang kereta dan masyarakat di sekitar lokasi.
Salah satu alasan utama adalah rasa tidak sabar. Pengendara mungkin merasa bahwa mereka akan terlambat atau terhambat jika harus menunggu kereta lewat. Keinginan untuk cepat sampai tujuan membuat mereka tidak memikirkan risiko yang ada.
Selain itu, beberapa pengendara mungkin belum sepenuhnya memahami betapa besar bahaya yang ditimbulkan ketika melawan palang pintu kereta api.
Budiyanto, pemerhati transportasi dan hukum, mengatakan, ada dua dasar hukum yang mengatur perjalanan KA. Pertama adalah Undang-Undang No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Kedua, Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ.
Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2007 Pasal 124 disebutkan bahwa pada perpotongan sebidang antara jalan KA dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan KA.
Kemudian, dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2009, disebutkan bahwa pada perlintasan sebidang antara jalur KA dan jalan, pengemudi kendaraan bermotor wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu KA sudah mulai ditutup, atau tanda isyarat lain.
Lalu, wajib mendahulukan kereta api dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.
“Pelanggaran terhadap ketentuan dalam pasal tersebut dapat dikenakan Pasal 296 UU No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ,” ucap Budiyanto kepada Kompas.com (1/12/2024).
“Dengan demikian bahwa pemotor yang memaksa lewat perlintasan KA, meski palang pintu sudah ditutup merupakan pelanggaran lalu lintas sebagaimana diatur dalam ketentuan pidana Pasal 296 UU 22 Tahun 2009, pidana kurungan 3 bulan atau denda paling banyak Rp 750.000,” kata dia.
Bahkan, apabila akibat dari ulah pemotor kemudian menimbulkan kecelakaan, pihak PT KA dapat menuntut ganti kerugian dari akibat yang ditimbulkan (via Pengadilan atau musyawarah di luar pengadilan).
“Pasal 110 ayat (4) PP 72 Tahun 2009 menyebutkan bahwa perjalanan KA lebih diutamakan karena apabila terjadi kecelakaan dampak dan kerugian yang ditimbulkan dapat lebih besar,” ujarnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/12/02/112200315/nekat-terobos-palang-pintu-ka-pengendara-terancam-sanksi-rp-750000