KLATEN, KOMPAS.com - Kasus tabrak lari banyak terjadi di Tanah Air. Hal ini menunjukkan minimnya kompetensi pengemudi, ketika dihadapkan situasi genting.
Tak hanya soal kompetensi, dari segi psikologi juga bisa dijelaskan bagaimana asal mulanya orang yang sebenarnya tidak ada niatan ingin menjadi pelaku tabrak lari, tapi karena panik bisa terjebak dalam situasi tersebut.
Elina Raharisti Rufaidhah, S.Psi, MA, Psikolog di Sukoharjo mengatakan, kasus tabrak lari tidak identik dengan adanya gangguan mental si pengemudi, tapi panik.
“Pada dasarnya, ketika seseorang panik, cara berpikir logikanya mereka berkurang, jadi saat mengambil keputusan cenderung tidak memikirkan dampaknya, jadi spontan saja apa yang ada dipikiran dilakukan,” ucap Elina kepada Kompas.com, Jumat (18/10/2024).
Erlina mengatakan, seseorang bisa dikatakan memiliki gangguan mental ketika ditemukan indikasi bahwa ia menggunakan zat psikotropika, atau minum minuman tertentu dan sejenisnya.
“Maka dari itu, setiap pengemudi perlu mengetahui bagaimana langkah yang tepat ketika dihadapkan situasi genting itu, gambaran tersebut dapat meminimalisasi kepanikan atau rasa takut yang berlebihan,” ucap Elina.
Kasi Laka Subdit Gakkum Ditlantas Polda Jateng, AKP Riswanto mengatakan perasaan takut berurusan dengan polisi atau diamuk masa kerap membuat pengendara terjebak kasus tabrak lari.
“Terlepas dari itu, yang sesuai aturan, ketika terlibat kecelakaan adalah satu berhenti, sebagai manusia yang punya hati, jiwa menolong, maka dia (pengendara) menolong korban,” ucap Riswanto kepada Kompas.com, Jumat (18/10/2024).
Tapi, menurut Riswanto, bila kondisi di tempat kejadian perkara (TKP) tidak memungkinkan untuk berhenti, sebaiknya pengendara bisa menuju ke kantor polisi terdekat.
“Misal karena rasa takut, ada banyak masa dan sebagainya, dia bisa meninggalkan TKP dengan mencari kantor polisi terdekat untuk melapor, jadi kategorinya bukan dia melarikan diri dari kejadian kecelakaan tersebut,” ucap Riswanto.
Riswanto mengatakan, tindakan berhenti memberi pertolongan kepada korban atau melapor ke kantor polisi terdekat wajib dilakukan pengendara, sekalipun dia belum tentu sebagai penyebab kecelakaan atau yang dipersalahkan.
Ketika kondisinya tidak memungkinkan untuk menolong korban karena rasa takut diamuk masa, menurut Riswanto, pengendara tetap bisa melapor ke kantor polisi terdekat agar kategorinya tidak sebagai kasus tabrak lari.
Jadi, agar setiap pengemudi tidak terjebak kasus tabrak lari, mulai sekarang perlu menanamkan pada diri bahwa ketika terlibat kecelakaan, baik salah atau pun tidak, wajib berhenti dan menolong korban.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/10/19/100200815/serangan-panik-bisa-bikin-seseorang-terjebak-kasus-tabrak-lari